Minggu, 25 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #44

Pada tanah, air,  dan gunung yang di politisasi negara
Pada,  buku dan sejarah yang di hilangkan bangsa
Pada kemiskinan,  kelaparan dan kebodohan yang dihasilkan dari oligarki korporat berdasi
Pada kemerdekaan yang belum sejahtera
Pada keadilaan yang belum setara
Pada pemerkosaan sumber daya manusia yang di paksa tunduk pada penguasa
Pada perjuangan pemuda yang di bungkam media masa
Pada tolerasi antar umat agama
Aku kabarkan sajak ini pada ubun ubun manusia yang apatis
Ku tusuk tubuhnya dengan besi derita dan lukanya dari manusia yang di marjinalkan sosial dan lingkungan
Kekasihku,  kau harus melawan dan keluar dari pembodohan diri yang telah lama di jajah oleh rupamu yang jelita

Namun jika kau diam tanpa bersuara begitu Kejinya dimana mata kau terbuka dengan lebar lalu melihat derita dan penindasan akan tetapi kau diam tanpa kata

Kekasih, perjuangan kemanusiaan ini harus terbang secepat mungkin,  bangunkan pada urgensi bianglala megah bahwa kemerdekaan itu harus setara bukan hanya untuk kaum pemodal yang lapar akan kekayaan hingga semuanya di setubuhi militerisme dan imperialisme

Aku,  masih merindukan dimana rakyat berlomba lomba saling menghidupkan untuk keadilaan sosial,  dan itu benar benar terjadi di tanah pertiwi
Aku,  masih menggugat kebodohan ini
Dimana pendidikan dan kesehatan masih saja politisasi elite negara

Kekasih,  jika kesenjangan cinta ini harus hilang pada peradaban yang memaksamu untuk mengenal senja dan begitu bangganya memperkosa bibirmu dengan gincu yang menawan
Maka jangan biarkan kau menjadi menusia yang gagal membuka mata pada kemanusiaan

Kekasih,  jika hanya berdoa tanpa pergerakan, sama saja kau tak percaya dengan perubahan.

Kekasih,  jika kau dan mereka tak pernah mendengarkan sajak ini maka aku gagal menjadi manusia yang hidup untuk menghidupkan

Kekasih,  sekalipun aku berteriak sendirian,  maka,  rindu yang menggugat ini akan tetap hidup didalam lubang gelap sekalipun
.
Aku masih mencintaimu melalui darah dan luka para pembangkang yang menyuarkan keadilaan bagi tanah, air dan hutan. 

Rindu yang menggugat #43

Lorong perkotaan meraung
Hingga ubun ubun fajar pagi
Kertas perlawanan terbang sudah dalam kerongkongan peradaban
Terdengar hentaman penindasan kemanusiaan
Dimana kelaparan dan kemiskinan enggan di kabarkan dalam cinta,  kasihnya media massa

Burung burung kota bernyanyi menyuarakan keadilaan
Selipat koran menemani kelopak mata yang melihat begitu banyak penindasan

Kekasih,  jika kota enggan membuatmu damai
Pergilah ke desa,  tanamkan cinta dan kasihnya alam rayya
Kau harus berani,  hidup untuk menghidupkan

Jika di desa kau mendapatkan kecaman dan penindasan,  maka bertahanlah dalam perjuangan kehidupan,  salah satu jantung semesta adalah desa,  kau harus rawat dan buka matamu.

Bangunlah jiwa dan ragamu.
Kekasih,  tetaplah menjadi cahaya walau harus hidup sekalipun di dalam lorong kegelepan.

Beranjaklah dari ketiadaan
Kau harus abadi bersama perlawanan
Biarkan puisi ini yang menggugat kegelisahan

Aku akan tetap mencintaimu bersama suara para leluhur yang berjuang demi keadilaan
Kekasih, bangunlah karena revolusi tidak akan pernah hadir di dalam tempat tidur yang nyaman

Sejatinya perjuangan : Tidak Ada Manusia Yang Dilahirkan Dengan Sia - Sia

Rindu yang menggugat #42

Kekasihku,  Kalo aku mau menjadi hebat, akan kupastikan kaki ini tetap berjalan diatas tanah bukan menghilangkan jejak jejak pra sejarah yang di paksa senyap dari putaran bianglala sang saka

Kekasih, Bangsa kita belum merdeka,  lihatlah pemuda sekarang mereka hanya sibuk ber-onani di dalam kemewahan, tanpa sedikit pun membuka mata untuk kaum yang ter-marjinalkan, jangan pernah kau mengatakan merdeka jika derita kemiskinan masih terlihat di depan mata

Aku hanya ingin mengatakan bahwa rindu yang ku gugat ini adalah peluru perlawanan bagi oligarki dan kapitalis yang berselimut di balik romantika kemanusiaan yang di lenyapkan lalu di tinggalkan

Kekasih,  jangan kau sakitkan pola pikir kehidupan ini, Yang lebih baik dari sepi adalah kau harus bangun dan mengasihi para tubuh yang di siksa peradaban dalam kesenjangan

Jika kemewahan yang membuatmu enggan berjalan pada gubuk luka dan derita
Lebih baik kau kubur parasmu yang jelita pada kerongkongan pembunuh kemanusiaan, karena kau sama seperti mereka

Kekasihku, Kau harus bangun,  tanamkanlah cinta, kasih pada jiwa dan ragamu
Kau harus lari,  kabarkan pada langit dan tanah bahwa kau masih ada untuk kehidupan yang setara tanpa adanya sedikitpun penindasan terhadap sesama
Lalu,  teriakan dengan lantang puisi rindu yang menggugat ini pada penguasa bahwa cinta dan kemanusiaan akan tetap ada walau di hantam senjata negara. 

Rindu yang menggugat #41

Lihatlah sekarang, kini mawar hitam di lacurkan mesin peradaban
Lalu di hantam pedila onani kesenjangan sosial
Tidak ada manusia yang ingin di hinakan

Kekasihku, begitu mudahnya stigma dangkal menusuk rembulan
Lihatlah mawar malam itu menjerit pada lubang penderitaan
Orang suci mendadak tuli
Kalimat literasi hanya tai bagi kembang yang di marjinalkan
Kau harus tau itu

Kasihku, kebodohan apa lagi yang ada dalam peradaban ini
Kemiskinan, kelaparan dan kehormatan
Di bungkam kapitalis yang buta akan lukisan manusia yang memanusiakan

Kasihku, dalam gugatan ini kau harus melihat di balik jendela mawar yang di jajah derita

Kasihku, jika kau tidak tau
Maka biarkan puisi ini yang menggugat
Matamu agar terpaksa terbuka

Aku mencintaimu bersama penderitaan
Mawar yang di lacurkan oleh negara

Rindu yang menggugat #40


Gugatan-gugatan rindu berserakan di bawah lentera
Tulang rusuk perjuangan terhantam sejarah yang kelam
Aku mencintaimu melalui derita dan melawan oligarki negara
Cerita rakyat penuh warna walau tumpul dalam Dekapan setan tanah yang berdasi 
Pergerakan gerilya membungkus gelisah dalam jiwa
Aku diam membisu dalam dunia yang di jajah tujuh naga 
Cintaku hanya asing bagi rupamu yang jelita
Senandung mendayung di balik awan hitam
Senjata serdadu membara di sudut kota
Jeritan rindu tersimpan rapih dalam gubuk cerita
Memolah gugatan gugatan cinta yang penuh derita
Buku-buku sejarah dibakar aparat negara
Cinta dan kasih terjajah oleh kebodohan yang nyata
Aku mencintaimu dalam luka saka yang ditutupi media masa
Renung hikayat lupa pada adat pusaka
Kemarin ada bapa tua menangis di dibalik jendala
Gedung gedung tinggi sibuk pesta pora
Hingga lupa bahwa banyak derita di papua sana
Cintaku hilang dirampas negara
Rinduku lenyap oleh moncong senjata yang buta hakikatnya manusia
Bangun jiwa, cinta dan raganya walau sakit terasa
Ku kabarkan Kasih anarki dari gugatan gugatan rindu tulang rusuk perjuangan
bahwa esok aku akan menjelma menjadi reruntuhan rumah yang digusur penguasa
Aku akan menjelma menjadi tangisan derita di pelosok desa
Aku akan menjelma menjadi luka para petani yang kehilangan cangkul dan tanahnya pertiwi
Aku akan menjelma menjadi jaring pembangkang nelayan yang melawan reklamasi
Dan terakhir Aku akan menjelma menjadi puisi yang memaksa kelopak matamu terbuka

Rindu yang menggugat #39

Dalam surau suara - suaraku yang lahir dari tulang rusuk perjuangan, dalam debar peluru di depan kelopak mata dan keningmu,  beranjaklah aku menjadi pengembala buta,  berburu putri paras pasundan yang menghadang bara-bara api dalam gejolak asmara, membunuh busur sepi dari inci-inci teriakan sang raja, omong kosong pada linda - lindung jika perdebatan hanya guyonan belaka untuk meraih piagam penolakan,  candu rindu ini berbinar pada sangsakala yang menutup kerongkongan para wijaya.

Sebagai pembalut diksi kumakan semua gugatan rindu yang kronis, aku masuk kedalam dimensi peradaban lalu kumuntahkan rupamu yang jelita,  ku antarkan debar -  debar persatuan hingga menusuk selangkangan aurora

Sebagai pengelana aku cari gugatan rindu pada lubang semesta, kurobek perutmu dengan bambu runcing pelosok desa, tikaman sejarah ini ku masukan pada usus-usus kebencian lalu ku antarkan surat-surat perjuangan ke dalam mimpimu,  kuselami lebih dalam lagi dan ku kecup anganmu bahwa sang saka sedang tidak dalam keadaan yang baik

Sebagai puisi aku menjelma menjadi siliwangi, lalu akan kupatahkan gugatan gugatan yang tak pernah tersampaikan,  aku akan hilang tapi tidak dengan puisiku,  hingga terbang jauh melawan peradaban yang penuh akan penindasan.

Sabtu, 24 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #38


Kekasih Kau harus tau,  daging melambangkan para pemimpin suku adat minangkabau
Kelapa melambangkan orang cerdik pandai
Cabe melambangkan alimnya ulama yang tegas dalam mengajarkan ilmu agama

Kasihku,  lihatlah marawa suku minangkabau
Dimana kuning menjadi simbol kedermawanan
Merah membuat kita harus berani, tangguh
Dan hitam adalah simbol tekad di dalam kehidupan
Kekasihku,  minang itu tangguh
Raga dan rumahnya tak akan runtuh

Kita akan menjadi kuat tanpa gugup ketika cerita tari payung berhasil menjadikan candu cinta walau tak berkasih

Ada juga kapal kapal pinisi berlayar jauh pada sketsa tanah beru
Lalu terdengar alunan musik kecapi di pantai pasir putih tanjung bira 
Aku menikmati senja yang perlahan tenggelam dengan gugatan rindu yang mendalam 

Kekasihku,  aku ingin menjadi pelaut ulung 
Di mana akan kutaklukan ombak dengan jiwa dan raga yang tangguh
disaat arahku menjadi sepi dalam menikmati sinar fajar di bukit indahnya apparalang
Lalu,  aku akan masuk ke dalam rumah kasih ibu
Wae rebo yang akan menyambut fajar pagi
Dalam damainya cinta senyuman manggarai ibu pertiwi 

Kekasihku,  ada tujuh bangunan krucut yang menghormati cinta dan kasihnya sang pemilik semesta
Dan akhirnya aku menjadi kuat dalam indahnya nusantara, lalu akan terus kubawa gugatan rindu ini pada jejak -  jejak goresan insan yang ingin bahagia

Kekasihku,  aku mencintaimu atas nama budaya dan indonesia. 
Lihatlah di morotai, di sana tersimpan sejarah perang dunia ke 2
Kau harus tau itu
Jika kau tidak tau
Biarkan puisi ini menjadi bola matamu
Dimana museum swadaya menjadi saksi bisu pada bangsa yang menghargai sejarahnya
Pantai wawama morotai menyimpan sejarahnya di dalam lautan
Senja turun kembali di pulau dodola
Mengabarkan bahwa rinduku masih diam dan bisu

Kekasihku,  jika kau masih diam dan tertidur dalam selimut yang miskin budaya
Maka kau harus mengerti dari indahnya ijen yang berwarna, lalu sembalun  yang memberi kedamaian untuk jiwa dan raga
Aku belajar dari bukit penyesalan
Aku pernah gagal pun pernah menyerah
Namun aku ingin bahagia dalam tangga pertama menuju surga yang tersimpan di rinjani sana
Toba,  aku ingin membawamu ke dalam dekapan air mata  kerinduan samosir yang selalu melegenda

Kekasihku, Kau tak akan mengerti dengan rindu yang bekelana
Sekalipun kau diam dan bisu
Aku masih tetap ada dalam darah nusantara dan tanah sunda. 
Nikmatilah, nikmatilah keindahan garuda di badannya, aku mencintaimu bersama sejarah sejarah bumiputera.
Dan aku gugat agar kau terpaksa membuka mata.

Aditya permana
Kantor antara

Rindu yang menggugat #37

Kekasih,  dalam meja makan yang kau pandangi setiap hari
Ternyata,  Ada cerita luka dan derita didalamnya, 
Ada ikan ikan menari dari hasil tangkapan bapak agus yang menjerit akan gelombang air lalu menutupi hilir jangkar dalam raganya
Ada Sayur bayam yang di santap setiap pagi ternyata ada puluhan nyanyian derita dari ibu yuyun yang menanam pertumbuhan dalam kehidupan walau setiap hari harus dibayangi luka
Ada Nasi-nasi berteriak pada cangkul petani bahwa ubun -  ubun tanah kini telah ditindas para korporat yang berdasi

Kasihku,  luka mereka begitu mendalam
Dari pohon yang tegak berdiri
Ada harapan permainan anak kecil dalam menjaga masa depan
Kau harus tau itu
Sandang dan pangan tak akan hidup lama
Jika kita enggan merawatnya

Kasihku,  untuk apa bila kita memiliki segalanya
Sedangkan suara derita terdengar dimana-mana
Hidup hanya sebentar
Pergi dan lakukan perjuangan untuk merawat kehidupan

Aku gugat rindu ini
Agar kau mau berdiri dalam sepiring perjuangan
Kasihku,  yang wajib dari kita adalah cinta
Yang wajib dari cinta adalah kemanusiaan

Maka bangunlah,  mari kita berjalan bersama untuk melawan luka dalam penindasan ikan,  sayur dan padi
Yang abadi adalah merawat damainya dunia
Kita hanya sementara

Kasihku,  aku mencintaimu,  seperti para petani yang merawat ibu pertiwi
Aku menyayangimu,  seperti para nelayan yang merawat air untuk masa depan
Aku ingin bersamamu untuk kini dan selamanya.

Minggu, 18 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #36

Suku dalam gaungan eratnya budaya
Keragaman membuat nadi terus hidup
Dalam kelopak pemersatu bumiputera
Kita hidup dari jemari nene moyang yang mengasihi

Kasih sayang terbentang pada lukisan gunung,  lautan,  dan pulau bumi pertiwi
Tangisan terdengar hingga perut sang fajar
Bahwa penindasan dan kelaparan
Masih membumi pada jejak -  jejak gerilya pribumi

Rempah-rempah tergugat dari coretan colombus
Yang mendayukan air dan tanah

Kekasihku,  begitu bahagianya marco polo bergelut dalam rupa bianglala yang bahagia
Kekasihku,  tanamkan bunga pembangkang dalam kamarmu bahwa kesepian akan tetap hidup, melawan pada penindasan yang di budayakan.

Aditya
Bandung

Rindu yang menggugat #35

Kekasihku,  taman -  taman indah kini di manipulasi
Teriakan asma untuk ego pribadi
Kepalkan sayap pada nama timur ke barat dan kita mati pada budaya sendiri

Kekasihku, peradaban ini sangat menyedihkan
Tebas pedang pada penguasa
Lalu melanggar koper aturan
Sang pemilik semesta

Agama di politisasi
Cinta di politisasi
Sungai di politisasi
Dan gunung di gunduli

Kekasihku, dalam puisi ini aku merindukan teriakan pemuda yang mengabarkan bola mata kelaparan di pelosok desa,  bahwa rusaknya moral telah melupakan kemanusiaan sejahtera di bumi pertiwi

Kekasihku,  teriakan agama dan tuhan terdengar hingga tanah ke sungai, tapi mereka buta pada jeritan agraria yang bersuara kemiskinan dan penindasan

Kekasihku,  aku ingin menggugat rindu ini  pada ramai dan sepi stigma rembulan yang menari
Karena sejatinya raga yang hina akan selamat jika mempunyai rasa kemanusiaan.

Jumat, 16 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #34


Burung burung sirna sarangnya rembulan
Perampasan sandang pangan kemanusiaan
Orang orang diam enggan bersaksi
Jeritan sukma harus dikabarkan
Surat surat terbang ke arah kenangan kian senandung
Rindukan nyawa yang sejahtera
Yang abadi hanyalah puisi 
Kelopak sutra mengirim doa pada dewa peradaban

Seperti ilusi melawan lubang depresi
Menghadirkan dendam malam pada telaga
Murungnya juang di tepi
mengunyah gugatan yang abadi
Tongkat loreng tegak berdiri di pusat jalanan
Menghakimi luka,  duka dan lara
Bahwa kebebasan kini hilang dalam meja makan penguasa
Tak ada lagi rindu yang disuarakan
Kembang kamojang mulai terhanyut ke dalam air mata bumiputera
Suara suara reformasi hilang dalam perut keroncongan
Ejakulasi sejak dini terhantam pintu kebodohan
Lembar-lembar buku hilang ditelan robotnya korporat yang berdasi

Maka, hanyutkan saja gugatan rindu ini pada perlawanan dan perjuangan, dan darah juang ini akan mengalir ke dalamnya, bersama aib para leluhur yang buta membaca dan selalu di tikam penindasan oleh kaum berseragam. 

Gemuruh rindu pada samudera awan
Membuat cinta ini tumbuh dari sesak -  sesak perjuangan jiwa yang ingin merdeka raganya.
Aditya permana
Kompas

Rindu yang menggugat #33

Seharusnya kau mengerti dengan kelahiran cinta
Dalam gaungan tanah, sungai dan gunung yang dipolitisasi
Rinduku bukan tentang menikmati senja dan segelas kopi

Hari ini aku merindukan kolektivisasi
Mengapalkan sayap masyarakat yang dibudidayakan turun temurun sebagai warisan dari nene moyang

Hari ini aku merindukan bunga bertaburan di pusara pembangkang bahwa kapitalisme telah mati dalam peradaban yang penuh kedamaian

Hari ini aku merindukan,  semua pembalut diksi berteriak pada pembebasan dan pembenaran bukan mabuk dalam selangkangan saat isme di kambing hitamkan

Kasihku,  inilah hari - hari yang kurindukan dari gugatan wiji aku tumbuh menjadi biji yang melawan api
Dari munir aku tumbuh menjadi racun pembodohan reformasi
Dari udin aku tumbuh menjadi suara suara perlawanan dalam reruntuhan keadilan 

Kau harus mengerti dari tulang busuk peradaban
Karena sejatinya cinta adalah kemanusiaan

Kamis, 15 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #32


Jika aku harus pulang dalam rahim yang di hujani kelopak luka di kisahmu
Tanamkan saja darah juang yang terselip di dalam tongkat pemberontakan ini
Kasihku, terimalah cinta kasih semesta di dadamu
Dengarkan debar debar luka kelam yang menghitam
Cinta kita memang terlahir bersama nenek- moyang
Yang di tikam rezim kejam

Jika perlawan akan memisahkan gugatan ini
Maka,  aku akan tetap merayap,  merayap,  menjadi kemarahan pada rindu yang gugup, menjadi amuk pada tikaman serdadu yang busuk
Jika penompang kemanusiaan akan membuatmu tuli pada peradaban yang penuh kebodohan
Maka, Aku akan berjalan walau genjatan yang akan  meleburkan badanku pada perjuangan

Aku adalah angin yang akan menyelinap hingga kamarmu untuk membangkang dan menggugat semua rindu yang di halangi serdadu
Aku adalah ribuan kegelapan yang tegak berdiri menantang semua kepalsuan
Aku adalah kutukan bagimu
Sekalipun aku diacuhkan,  dan mati
Aku akan tetap berlari bersama semangat nenek- moyang yang merindukan hari esok lepas dari penindasan dan kebodohan
Maka,  jika ragaku hilang, biarlah aku menjadi abu
Tapi tidak dengan puisiku
Dengarkan baik-baik
Tidak dengan puisiku!!
Aditya permana
Bandung

Rindu yang menggugat #31


Makin jauh ku kejar
Lingkaran angan angan
Kita tak sanggup keluar dari benalu
Terbang jauh hingga ke surga
Lupa akan segala galanya
Mataku buta
Telinga tak mendengar 
Jeritan perjalanan roda dunia
Kita menutupi diri dan masuk kedalam lumpur yang semu

Kekasihku,  demi tuhan aku mencintaimu
Bila saja luka dan derita membuka kesadaran ini mungkin kita tak akan mabuk dalam fantasi yang menyedihkan

Kuhormati pikiran yang waras menantang setiap perjalanan duka, luka dan perjuangan.
Di pusara titik yang menikam prahara
Aku menjadi tuna wicara
Di tanah bayang bayang cakrawala
Aku menjadi bumiputera
Di dalam rindu yang menggugat
Aku menyelam kedasar palung samudera
Serupa juang dan sedih
Kita tetap serupa dengan lukisan yang menjerit di jalanan
Aku ingin merdeka dalam mencintaimu
Tetap eratkan pelukan pasundan
Tetap lawan bersama
Mengertilah bahwa aku 
Ingin merdeka, bebas, jiwa dan raga
Aku akan abadi bersama gugatan rindu
walau berkaca kaca dalam dekapan aurora

Aditya permana
Kompas


Rindu yang menggugat #30

Terhimpit dalam lubang keramaian
mereka bersuara lantang merebut mahkota
dengan jiwa yang gila hormat
tertusuk dalam romansa kerakusan senja yang tak patut untuk dilontarkan

tarian - tarian kini tak layak untuk dipertunjukan
mereka menebas semua gerakan tubuh yang menyatakan perlawan
kukira suara toa verbal ini akan membangunkan kamerad yang tergeletak mati
dalam lukisan hyper realistis,
tidak usah merayakan kemenangan
jika saat perang kalian membunuh kawan sendiri,
ini bukan drama dimana sebuah adegan direkayasa.
Lucu ya melihat mereka yang bertopeng dua

Membanting satu sama lain untuk konsumsi egonya sendiri
membunuh karakter sudah jadi perihal yang melengkapi perutnya pribadi,
dari maya menjadi senjata,
dari realita mereka cupu untuk berbicara,
selamat datang di poros penuh sandiwara
yang dipenuhi oleh dongeng arti belaka

Teriakan agraria selalu di lontarkan
namun mereka hanya mengerti tentang lambang kebusukan
bukan sinopsis yang diajarkan,
Teriakan hak asasi manusia selalu di katakan
namun mereka hanya sibuk berperang dalam digital yang sudah tersaji dala meja makan
Teriakan toleransi selalu dipuja
Tapi mereka hanya mengerti melawan kawan bukan dirinya sendiri
dan banyak orang yang terlalu pintar menilai orang lain
tapi dia terlalu bodoh menilai diri sendiri

Lubang raya tak lagi menjadi senjata dalam kata,
namun penuh bualan yang tak punya makna
Selamat datang di pertempuran maya yang tak memanusiakan

Bung ijinkan kalimat ini membunuh sifat busukmu
Bung ijinkan kalimat ini merawat kebenaran dari kebusukan
Bung ijinkan kalimat ini merawat kesadaran dari kesakitan
Bung,  ini peluru tajam yang kami siapkan untuk perlawanan.... 
Kami masih ada dan berlipat ganda
Kami tidak akan pernah mati untuk bersuara


Bandung,  25 feb 2019
Aditya permana

Minggu, 11 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #29


Aku hidup dalam luka
kini semua damai ter-eksploitasi kehancuran yang membara

Kekasihku,  jika kita harus menjadi abu tanpa tulang belulang revolusi, maka biarkan puisi ini tetap hidup dan melawan

Biarkan semua derita kerongkongan ini terbang jauh hingga langit reformasi lalu mengabarkan pada menara bibel bahwa penindasan telah dikebiri surga dunia.  

Kekasihku,  aku akan mati, terbawa riuh-nya angin perlawanan tertusuk tangisan marjinal yang terangsingkan
Kubawa rindu menggugat ini untuk menghadang peluru serdadu
dengan kerangka dogma berlapis dasi yang ber-ejakulasi

Dengarlah kekasihku,  jeritan ini masih sama seperti air tanpa muara, dalam luka dan darah yang terlahir dari jeritan para petani, mereka kehilangan cangkul pada putaran malam yang tua
Lalu biarkan gugatan rindu ini menjadi kerangka sejati dalam poros kematiaan
Kekasihku, aku berdarah dari rindu dan sepi yang menggugat keadilan.

Dalam batu bara,  gunung,  dan sungai
Aku akan terlahir menjadi bumiputera bagi kecupan malam yang terhantam propaganda keheningan.

Dan aku akan musnah bersama blibiosida tanpa estetika,  bianglala kita hanya berputar pada stigma yang tergugat dari kecaman agraria.

Tenanglah kekasihku, aku tidak akan kemana- mana,  jika rindu bekerja pada kepergian
Maka kehilangan suara dan perlawanan satu hari saja
Barangkali itu adalah kematiaanku menjadi manusia yang terkasih. 

Aditya permana
Kantor antara

Rindu yang menggugat #28


Di balik gelap dan sunyi ada sebuah penderitaan di dalam hidupku, aku terlempar ke lubang pengasingan

Dibalik kesendirianku ada sebuah jeritan jiwa yang penuh luka lalu terhantam keras dan membuat aku terdampar di taman kudus yang ramai, aku mulai bingung pada keheningan dan kegelapan.

Dibalik penderitaan ini ada sebuah kebebasan yang ingin bersuara,  begitu banyak tusukan luka yang membuat masa muda ini mati dalam jejak jejak kesepian.

Dibalik masa muda ini,  aku begitu kejam pada tulang belulang yang tak bisa pergi untuk menemui mimpi dari bisingnya bianglala.

Terlalu dini jika harus keluar dari sepi,  aku masih damai dalam rimbanya hutan yang sunyi, berkaca pada riuhnya angin kerinduan,  aku asing bagi diri sendiri.

Dan aku terbeban pada kesepian namun bebas melayang,  aku bunuh beban sendiri,  begitu kejam pada senjakala yang tertutup gelap pada penyesalan ini.

Bagaimana aku harus keluar dalam lubang ini sedangkan penyesalanlah yang membuat diam dalam hutan yang teraniaya
Bagaimana mungkin aku mencari kedamaian sedangkan jiwaku dipaksa diam dalam rindu yang gelap ini. 

Dan tiba pada akhirnya di balik semua ini,  aku dipaksa membunuh diriku sendiri di lubang kegelapan dan kesunyian. 

Jumat, 09 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #27


Kekasihku, banyak orang mengatasnamakan cinta atas nama tuhan, lalu mencaci, membenci dan membunuh demi keyakinannya sendiri,
Sungguh pedih dunia ini, dimana perdamaian menjadi barang haram untuk di miliki.

Kekasihku, Lihatlah pertumpahan darah di tahun 65, dimana kekuasaan menjadi tulang belulang sejarah yang gelap, mereka di lenyapkan demi kursi orde baru, banyak bangkai busuk di pulau buru, terkubur hidup hidup dan hilang sudah jeritan kemanusiaan oleh peluru serdadu.   

Jika kau mengerti tentang toleransi,  lihatlah lah lebih dalam lagi,  dimana pembantaian 98, begitu banyak catatan untuk jiwa jiwa pejuang yang terbuang, dalam menyuarkan keadilaan dan kemanusiaan.

Lebih dalam lagi sayangku,  banyak lagi setan tanah yang berkeliaran,  menghantui minoritas setiap malam,  rumah mereka hilang dan di lenyapkan, demi pembangunan perut korporat yang lapar akan kekayaan. 

Kau tak mengerti, jika hanya diam dalam lubang keindahan, lihatlah di pelosok desa, dimana sumber daya alam sudah di gunduli oleh congkak - congkak yang gila kekuasaan. 

Kekasihku, Dalam malam yang hening, aku menangis di depan coretan gugatan rindu ini, betapa sedihnya,  ku kabarkan semua penderitaan, pada rembulan yang tak henti menyinari.

Semua terdogma dengan budaya yang sakit,  aku menjerit dalam lubang yang pahit,  jika kau masih ambigu dengan luka ini, maka biarlah kita menjadi sepasang tulang busuk,  dalam suara -   suara makhluk yang terpukul derita. 

Kekasihku,  Kita akan sirna dan selesai sudah 
dalam semesta,  maka jangan biarkan para anjing anjing itu merampas saksi dan waktu yang ingin bahagia. 

Kita hanya abu
Kita hanya ketiadaan
Percayalah kekasihku,  suatu hari nanti, kita akan hidup bersama kata - kata,  walau akhirnya harus sunyi dalam debar - debaran nadi dramatugi yang abadi. 
Aditya permana
Kantor antara

Rindu yang menggugat #26

Jeritan bayi di malam itu
Memapas semua gugatan rindu pada hilir dan hulu
Seketika sepi jadi abu
Saat cintaku dihantam peluru
Saat asaku jadi asu
Betapa sakit dan menyedihkan

Malam itu, kuhabiskan waktu di tempat penggusuran,  meratapi reruntuhan bangunan pusat kota dengan nyanyian perjuangan

Dengarlah kekasihku, bahwa kemiskinan dan ketidakadilaan adalah sebab yang melatar belakangi semua pemberontakan ini
Mereka berontak walau terhadang angkatan darat
Mereka berontak walau badannya tertusuk ribuan kawat


Kekasihku, setiap malam aku di bayangi peluru panas angkatan darat, mereka punya senjata sukanya menghabisi nyawa manusia

Malam ini, akan ku kirimkan lagi sajak perlawanan dalam mimpimu, bahwa militerisme  harus di hapuskan dengan budaya welas - asih

Kekasihku, di bawah lentera merah ini
Aku akan berjuang untuk menyelamatkan ekonomi,  sosial dan intelektual dari jajahan sistem liberal

aku masih akan tetap menggugat rindu ini dalam garis perjuangan lalu menyuarakan perlawanan walau harus dibayangi moncong senjata angkatan darat.

Aditya permana
Kantor antara

Kamis, 08 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #25


Semakin ku pelajari
Perjalananku ini belum seberapa
Jika aku berjalan sendiri, tanpa berbagi,
Maka dari itu jalan sunyi adalah pilihan
Menuju pembebasan dan kebodohan

Aku makan dan muntahkan gugatan ini
Karena inti dari berjuang itu sendiri
Kita harus mengerti dari dua sisi
Bukan menghakimi anjing anjing yang masuk ke dalam irama dramaturgi

aku hanya sendiri
Berjalan di tepi rindu yang terangsingkan
Benar - benar sendiri
Hingga tidur panjang dalam rayuan para manusia pembalut diksi  

Kita hanya ketiadaan
Hilang
Musnah
Sirna
Dan lenyap dalam pelukan malam yang berpura- pura melukis wajahnya jadi rembulan

Inilah kesalahanku: memberiankanmu menari,  lalu di nikmati para lanang yang ambigu,  jejak -  jejak rindu ini hanya serangkaian konotasi yang benalu,
Kau bisu,  kau tuli,  dan aku mencintaimu

Kita harus menatap rayya dalam kejelasan tanpa selalu diam, lalu memukul wajahku dengan goretan omong kosong secara perlahan,  kau pengecut hanya berlari dalam angan angan, tertawa dan pergi tanpa menyuarakan kebenaran.
Aku katakan,  mencintaimu bagaikan tersesat dalam hutan,  aku hilang lalu pulang membawa jati diri yang telah kutemukan

Dan tiba pada akhirnya
Kita sama sama kehilangan rangkaian ingin
Aku kehilangan sebutir angan
Lalu kita saling kehilangan hadir
Karena kita tak lebih dari gugatan - gugatan
Rindu yang menyedihkan
Aditya permana
Kantor pikiran rakyat

Rabu, 07 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #24

Kau adalah pulang
Rembulan
Gelombang
Membawa aku pada sebuah jeritan sang malam

Kau adalah rindu
Merana
Sunyi
Sepi
Hingga berkarat pada jiwa yang sukat

Kau adalah alamat
Terjebak
Terdampar
Dan tersesat di lorong rindu yang menggugat

Aku ingin pulang,  menceritakan semua penderitaan yang berjarak
Aku rindu,  dan kita hanya bisu

Aku ingin pulang,  mencium keningmu dalam riuh angin yang tak berkasih
Aku rindu,  dan kita hanya sutra yang layu

Aku ingin pulang,  memeluk badanmu dalam gugatan lorong yang terbuang
Aku rindu,  dan kita hanya rayya yang di mayakan

Aku ingin pulang, menikmati luka dalam pikiran yang sunyi 
Aku rindu,  dan bolehkah aku pulang?

Aditya perman
Kampus biru

Rindu yang menggugat #23

Dibalik gedung tinggi pencakar kemanusiaan
Aku kembali duduk termenung
Meratapi kota yang kini ambigu 
Melihat para pemuda bercinta dan menari dalam etalase kesombongan
Hingga lupa dengan jejak - jejak gugatan rindu yang mencari keadilaan

Riuhnya penderitaan membuatku berlari untuk menyuarakan kemanusiaan
Kekasihku,  telah banyak ku kirimkan sajak cinta di depan rumahmu
Berlapis baja hingga candu melihat wajahmu

Kekasihku,  sampaikanlah gugatan ini pada hembusan doa angin malam
Untuk mereka
Yang ketakutan dan bersembunyi
Di bedakan dan di asingkan
Tegak dan hiduplah
Dalam penindasan

Aditya permana
Gedung indonesia mengunggat

Selasa, 06 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #22

Ketika mereka diam dalam penderitaan kemanusiaan lalu memilih hilang dari perjuangan,
Maka,  akan kusampaikan rindu ini di depan pintu rumahmu,  bahwa Solidaritas cinta adalah senjata,  pukul balik perang pada penguasa

Kekasihku,  berjuang itu seperti jatuh cinta
Aku kehilangan kendali,
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di esok hari
Aku meninggalkan rasa
Takut ada yang memiliki dan
Ketakutan akan hilang  ketika jiwaku bertarung maupun bercinta

Lihatlah para serdadu yang bersenjata api,  setiap hari mereka ber-ejakulasi dengan para badut yang berdasi,  hingga lupa bahwa pelurunya itu untuk melindungi bukan mengahikimi

Kekasihku,  bagi mereka kemiskinan dan kebodohan adalah kejahatan,  hingga terlempar jauh dari asri nya tanah sendiri,  Cinta adalah perjuangan

Kekasihku,  kabarkan saja sajak ini pada sekumpulan korporat yang bersembunyi dari kakayaan dan kekuasaan,  bahwa cinta,  perjuangan dan kebersamaan,  akan tetap mengalir dalam darah rindu yang menggugat keadilaan.

Apa kau pernah bermimpi tentang semua anak yang mampu merasakan bangku pendidikan,  tentang para lansia yang tak lagi kelaparan, tentang pemuda yang tak lagi  diam membungkuk dari lorong kegelapan dan tentang dimana kedamaian bisa kita rasakan,  maka bangunlah mari suarakan perlawan dalam penindasan, karena sejatinya cinta adalah kemanusiaan.

1 agustus 2019
Gedung indonesia mengunggat
Aditya permana

Rindu yang menggugat #21


Kembang telah berlayar,  kepergiannya selaksa cambukan cinta yang candu telah menyandera pikiranku: Perpisahan ini memukul asaku,  selesai sudah masa muda,  penuh cinta,  mimpi dan hilang. 

Pagi ini,  burung burung terbang begitu lambat, inci demi inci kutempuh dalam jejak yg kelabu,  tak peduli dengan jarak yang terbalik ataupun tidak.  Mendung bandung bergantung tipis di langit yang   tersapu peluru gugatan rindu, orang tua memberitahu bahwa pernah ada gugatan rindu di gunung tangkuban perahu, lalu aku genggam semua kenangan dalam bantara angkara, tersorong jarak yang berjauhan, memang benar dia bukan boneka rapuh terhalang ufuk menyorong kembang, hingga aku terdampar sendiri dalam genggaman romantika malam yang berjarak.  Aku dibuat mengerti dengan sunyi, gelap dan penderitaan,  bahwa dia bukan hanya sekedar wanita lugu nan ayu, ia makin jauh dan terhalang sutra yang layu.

Aku dibuat sadar bahwa dia bukan boneka rapuh yang tergugat rindu, dan aku menjadi terdakwa dalam penderitaanku sendiri,  bahwa aku memang benar - benar mencintai kembang yang telah pergi jauh.
Aditya permana
Kampus biru

Senin, 05 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #20

Kita sama sama pernah terluka,  terluka dalam kata cinta maupun lara
Kita sama sama pernah terbawa pada poros hibernasi yang terlalu dalam
Kita sama sama lernah dalam kata romansa yang mereka katakan
Kita sama sama berpaling dari candunya kecantikan maupun ketampanan
Kita sama sama dibuat tidak peka bahwa kita memang saling suka

Aku tidak ingin mencintaimu terlalu jauh,  aku tidak ingin cinta ini melebihi kapasitasnya,  aku hanya ingin menjaga,  merawat dan mencintainya dengan sesederhana mungkin. 

Ya inilah aku, bukanya aku tak ingin berteman dengan kata cinta,  aku takut setelah mengenal kata cinta akan membawamu kedalam lubang kesepian,  aku takut membawamu kedalam penyesalan  dan aku takut membawamu pada tiang tiang kekecewaan

Maafkan aku,  aku memang mencintai namun apadaya jika jiwaku masih damai dalam lubang yang sepi
Maafkan aku, aku memang mencintai namun apadaya jika hati masih ingin mendekatkan pada illahi
Maafkan aku, aku memang mencintai namun aku takut kamu terluka dan ternodai
Maafkan aku

Kekasihku, pergilah
, jika singgahmu hanya ingin melihatku terbang saja
Kekasihku, pergilah
, jika nadamu hanya bersuara untuk kemewahan
Kekasihku,  pergilah
 jika  imajimu hanya menusuk kesombongan

Jika kau memang benar benar mencintai sadarkan aku dalam sepi
Jika kau memang benar benar mencintai bantu aku untuk berlari
Jika kau memang benar benar mencintai aku ingin kita masuk kedalam lubang yang suci membuat hati tergetar dalam kalimat " saya terima nikahnya dia dengan separakat alat sholat dibayar tunai" , aku ingin seperti itu,  jika tidak siap tinggalkan aku,  aku akan menyepi kembali...  Selamat malam kekasihku, tetaplah berjalan dan jangan takut sepi.

-ADITYA PERMANA

Rindu yang menggugat #19


ada suara keras menjerit ditengah ramainya kota
menentang asap korporat perampas tanah
bahagia nya hilang dibungkam kaum elite
ia pergi jauh mencari bahagia nya lagi
yang entah dimna

kesedihan nya membuat ia bergerak
berjalan di karpet ketidakadilaan
burung burung menyepi
seakaan tau bahwa sunyi akan datang menghampiri

Sabtu, 03 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #18

Terlintas harapan tanpa sayap,  aroma tubuh jingga mepersuntik kenangan yang hanya jadi benalu, irama rindu kini jadi karang tersiati malam tanpa bintang, sunyi dalam cinta membuat mati untuk makna diksi yang tak berupa, kolase pembodohan diri sudah tertanam sejak dini dimana pelajaran dijadikan alat untuk pekerjaan bukan lagi berbicara tentang adidaya yang memanusiakan

Bumi, laut dan gunung kini tak lagi bercinta dalam kedamaian, semua hangus dijadikan perebutan korporat yang bersetubuh dengan kekuasaan

Mekarnya melati dalam pagi membuat pola pikir terbentur dengan kelaparan dan kebahagiaan,  bahwa lauk pauk saja tidak cukup untuk melawan pembodohan sosial

Lihatlah gedung parlemen, lihatlah istana negara,  lihatlah rumah-rumah dinas dimna korporat itu bersembunyi,  mereka bahagia diatas di derita,  mereka senang di atas lukanya bambu runcing yang bertumpah darah di tanah nusantara

Pemuda diam dalam diksi senja, memvonis dirinya  yang sedang jatuh cinta dan luka oleh rasa, darah juang dikumandangankan tapi mereka mati berdiri tanpa sukma, terlalu banyak berpacu dengan romantica tanpa sekali pun mengerti tentang melodi hikmat yang bernada

tak ada lagi perjuangan untuk lidah rakyat semuanya mati dalam tarian purnama bahwa mereka hidup memang untuk saling berbagi bukan menghilangkan denyut nadi dalam nuraninya sendiri

Semua hilang dalam modernisasi dimana orang pintar bisu dalam hal sosial dan kemanusiaan 
Semua hilang dalam bianglala penuh nahkoda
Tapi senyap ketika jeritan anak yang ingin merasakan bangku pendidikan
Semua hilang dalam adidaya dimana orang orang lebih bangga menghafal ajaran luar di bandingkan menghidupkan asihnya nene moyang

Bukalah mata,  bukalah hati, bahwa jeritan marjinal masih terdengar hingga pelosok desa
Jabat tangan bersama dalam perjuangan mari lawan serdadu yang tetap berkuasa

Melawan tanpa jeda atau diam penuh tanya
Bersuara untuk mereka atau berlari demi kekayaan pribadi
Melawan bukan ingin terlihat menang melainkan mengkibarkan kembali bendera yang penuh keadilaan. 

Hidup untuk menghidupkan terbayang di atas kepala bahwa penindasan memang harus dilawan dalam garis kebersamaan. 

Aditya permana
Bandung 24 juni 2019

Rindu yang menggugat #17

Tenanglah,  bersama aroma bandung yang damai
Kau akan tenang bersama harumnya kembang parahyangan
Bahagialah dalam alunan musik tua di jalan braga lalu nikmati setiap cerita yang ada pada bangunan tua

Kekasihku,  Lihatlah asia afrika itu, dimana ada cerita kemanusiaan dari bising nya pusat kota 
Kau pun harus tau jejak jejak penjara banceuy bahwa pendiri bangsa ini pernah singgah dan di asingkan didalam nya

Jangan merasa cukup dengan bumi pasundan,  kau harus tau bahwa kota ini melahirkan cinta dan perjuangan,  dimana tangkuban perahu terlahir dari penolakan cinta yang terkenang, lalu tugu api  membakar semua bangunan di kota kembang. 

Kembali kekasihku. 

Jumat, 02 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #16

Kau tak akan mengerti dengan segala penderintanku dalam sunyi,  semua pergi hingga aku benar - benar masuk kedalam lubang cacian orang eropa terhadap pribumi

Kau tak akan mengerti dengan segala gelap dalam kamarku,  semuanya membabi buta hingga lonceng mazmur terdengar dalam lantunan runtuhnya bangunan tua di pusat kota

Kau tak akan mengerti dengan segala rinduku saat ini,  lihatlah wajahku,  mungkin kau akan tau betapa kejamnya gejolak asmara ini,  aku seperti pramoedya yang di asingkan bangsanya
sendiri, 

Kau tak akan mengerti dengan segala cinta ini,  lihatlah badanku,  aku gelap,  seperti anak muda yang melupakan sejarah pulau buru

Aku mencintaimu dan tak peduli dengan apapun
Jika jeruji membuat perawan cinta hilang
Aku siap lenyap dan asingkan bangsa ini. 

Rindu yang menggugat #15

Sampaikanlah ke ibuku, ku akan pergi untuk menaklukan malam dengan segala kegelisahan
Sampaikanlah ke bapakku, ku akan pulang dengan segala luka yang ada dalam pikiran

Memecahkan teka -  teki malam lalu mencari keadilan dari jalan setapak penderitaan, semoga kutemukan terang dari segala jawaban

Debar -  debar kerinduan membuat kedangkalan ini menjadi indah,  merasuk pada sukma yang di perkosa gadis jelita. 

Para pemuda menyanyikan lagu kenangan di pusat kota, memandang bangunan tua dengan janji - janji yang belum di tepati

Perempuanku,  dengarlah dalam harmoni resahmu,  katakan pada malam,  bahwa aku penuh luka, dan terbuang lalu terbayang -  bayang penindasan dari harumnya bunga mawar.

Berbagilah waktu dengan hutan karena kau akan tau siapa diriku sebenarnya, berbagilah waktu dengan gunung, karena kau akan tau jalan apa yang sedang ku perjuangkan. 

Pulanglah,  karena kita sepasang insan yang terlahir dari lubang ketiadaan. 

Aditya permana
Kampus biru

Rindu yang menggugat #14


Aku terlahir di hutan rimba.
Bernapas menghidupi pinus dalam keheningan.
Mana mungkin aku lari dari pemburuan rindu ini, senandung cinta tetap menari dalam gelap dan sunyi. Gejolak kasih yang mendidih, mencabik-cabik meja dalam pertemuan, kisah bias aliran darah di sekujur badanku, rintihan sukma memotong ranting, melipat rupa cantik demi tumbal asmara, menjadikan tuna didalam jejak-jejak yang dihanguskan. 

Aku masuk ke dalam kamar yang penuh sejarah di mana sepi,  gelap, dan sunyi tercipta dari lolongan anjing yang terhantam purnama dari kerinduan. 
Kau pikir bibit-bibit ini tersesat di semak-semak yang sukat, aku katakan itu tidak, dan dengarkan ketika kepalaku mengajak masuk ke dalam lubang kritis.  Aku nikmati uting merah meronamu ku hisap hingga belumuran darah tanpa turunnya air tuba.  Maka, kubiarkan rambutmu tergerai di roda waktu, bercumbu di bayangan anjing - anjing yang kelaparan, mengais rindu hingga tertusuk ranting ayat-ayat kerinduan. 

Dan kuteguk arak ini hingga aku mabuk dalam pelukanmu, menyelipkan gugatan bahwa kita memang terdakwa dari kebisingan rayya yang dimayakan, dengarkan sekali lagi musuh terbesarku adalah lautan,  aku bisa mati dan tenggelam dalam gelombang asmara lalu terhanyut di lendir karangnya kehidupan.
Kukecup dadamu biar ku nikmati masa depan yang ada di uting merah muda itu, kukabarkan hingga rahimmu bahwa tak ada lelaki lain yang pantas menggigitmu selain diriku yang telah mabuk dalam gejolak asmara ini.

Hingga kumakan hidangan indahmu, memutar kenangan demi mengunyah rahasia, lalu berhadapan dengan bingkai kembang kamojang, bahwa perawanmu kini terkoyak-koyak sanak anjing yang melolongkan kerinduan.

Dengarkan lagi dalam malammu, aku tetap menggugat rindu ini hingga kukirimkan daun-daun kepada dewa, bahwa aku tidak akan pernah lari dari tumbal asmara yang kau hadirkan pada sungai,  hutan, dan tanah. 

Aku menggugat rindu, yang terkucur dalam segelas arak membuat mabuk pada rupamu yang jelita.
Aku menggugat rindu,  dalam putingmu yang merah merona membuatku hilang jejak di dalam hutan rimba.
Aku menggugat rindu,  dalam helaian rambutmu aku menikmati candunya cinta hingga benar-benar terlempar jauh kedalam jurang orde baru. 
Ilmu hidup yang pertama kudapati adalah tentang menikmati aroma rindu di sekujur badanmu, memuja semi dan ironi, lalu menyimpan rapih doa-doa dewa kosmos dalam rintihan rindu yang menggugat ini maka, tak akan kubiarkan para lanang suci dan gelap itu bisa menikmati badanmu selain diriku.

Aditya permana
Kantor pikiran rakyat
27 juli 2019

Rindu yang menggugat #13

Sayangku,  waktuku kini termaki deru nya dunia yang kalut, membunuh kubur hening termakan kepala dangkal dalam jiwa yang gosong.

Rinduku ter-perangkap lubang yang sakit, mendengar desiran angin di sekujur badanku, aku muak jadi lelaki yang terbuang dari rumahnya

Bising nya suara cinta pada senja, membuatku mati dalam lubang adidaya akal yang semakin benalu.  Semakin sepi lubang ini,  api membakar jiwa jiwa yang kosong dan tersesak di lorong lorong.

Satu persatu terperangkap budaya yang sakit
Mengisak sendu dari lingkaran penyair lembayung lalu mereka masuk kedalam industri dan lapar akan materi.

Kekasihku,  lihatlah penyair jiwa- jiwa rupiah itu, dimana mereka mengatakan literasi namun lupa akan penderitaan keluarga korban 98

Kekasihku,  lihatlah para penulis penikmat senja itu, mereka tuli dengan kabar buruk rahim kota dan desa bahwa penindasan kini hadir didalam air dan tanah 

Dan kini aku dangkal dengan jiwaku sendiri
Gaduhnya waktu yang terbanting bahwa mahasiswa sudah bisu akan luka kemanusiaan dan kemiskinan

Sayangku,  bolehkan aku tidur sejenak merasakan mimpi indah bahwa semua element agama,  ormas,  dan masyarakat bisa bersatu untuk merawat kedamaian dan keadilan. 

25 juli
Angringan itb

Kamis, 01 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #12

Ku kemas segala sunyi dan penderitaanku
Bersama mereka yang penuh luka
Ku rapihkan segala kepalan rindu bersama jiwa terbuang, melihat tenggelamnya kemanusiaan di jati gede

Ku antarkan puisi ini pada malammu
Mencoba menusuk kepalamu bahwa kau harus tau ada setan tanah yang merampas keadilaan di kulon progo, taman sari dan dago elos.

Lalu kucoba bayangkan wajahmu dalam heningku
Bersama gundulnya alam dan petani yang harus bertarung dengan asing di rumahnya sendiri

Kubelai rambutmu dilubang yang terbuang
Melantunkan lagu darah juang bersama jeritan orang orang yang terminoritaskan dan terbuang

Kucium keningmu di bangunan tua
Bersama teriakan anak kecil penjual koran di pusat kota

Lalu ku peluk fotomu dalam bayangan indah
Bahwa kelaparan dan kemiskinan bisa hilang dalam  perjuangan rindu yang menggugat ini.

Aditya permana
Angkringan itb
25 juli

Rindu yang menggugat #11


Sukma jelita menawar malam tanpa purnama 
Selaksa romawi menari dalam aksara
Segelas arak mencium bibir penuh hikayat dan makna

Memapas rindu dalam aroma kesakitan
Mengatarkan kepala ini berlabuh pada penyair senja lalu mati terbunuh dengan segelas kopi
Dan ku antarkan lagi puisi ini pada dekapan 
doamu untuk semesta,

Dengarlah kekasihku,

ada suara keras menjerit ditengah ramainya kota
menantang asap korporat perampas tanah
bahagia nya hilang dibungkam kaum elite  dan bunga tulip terjatuh lalu mencari bahagianya hingga ke surga

kesedihan nya membuat bunga tulip bergerak
berjalan di karpet ketidakadilaan lalu
burung burung menyepi
seakaan tau bahwa sunyi akan datang mengadili
Kekasihku,  yang sejati adalah cinta,
Bukan lembayung apalagi segelas kopi,
Jeritan mereka adalah kasih sayang,
Luka mereka adalah ketulusan,
Dan Bahagia mereka adalah kedamaian dunia,

Bangunlah kekasihku

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...