Pada, buku dan sejarah yang di hilangkan bangsa
Pada kemiskinan, kelaparan dan kebodohan yang dihasilkan dari oligarki korporat berdasi
Pada kemerdekaan yang belum sejahtera
Pada keadilaan yang belum setara
Pada pemerkosaan sumber daya manusia yang di paksa tunduk pada penguasa
Pada perjuangan pemuda yang di bungkam media masa
Pada tolerasi antar umat agama
Aku kabarkan sajak ini pada ubun ubun manusia yang apatis
Ku tusuk tubuhnya dengan besi derita dan lukanya dari manusia yang di marjinalkan sosial dan lingkungan
Kekasihku, kau harus melawan dan keluar dari pembodohan diri yang telah lama di jajah oleh rupamu yang jelita
Namun jika kau diam tanpa bersuara begitu Kejinya dimana mata kau terbuka dengan lebar lalu melihat derita dan penindasan akan tetapi kau diam tanpa kata
Kekasih, perjuangan kemanusiaan ini harus terbang secepat mungkin, bangunkan pada urgensi bianglala megah bahwa kemerdekaan itu harus setara bukan hanya untuk kaum pemodal yang lapar akan kekayaan hingga semuanya di setubuhi militerisme dan imperialisme
Aku, masih merindukan dimana rakyat berlomba lomba saling menghidupkan untuk keadilaan sosial, dan itu benar benar terjadi di tanah pertiwi
Aku, masih menggugat kebodohan ini
Dimana pendidikan dan kesehatan masih saja politisasi elite negara
Kekasih, jika kesenjangan cinta ini harus hilang pada peradaban yang memaksamu untuk mengenal senja dan begitu bangganya memperkosa bibirmu dengan gincu yang menawan
Maka jangan biarkan kau menjadi menusia yang gagal membuka mata pada kemanusiaan
Kekasih, jika hanya berdoa tanpa pergerakan, sama saja kau tak percaya dengan perubahan.
Kekasih, jika kau dan mereka tak pernah mendengarkan sajak ini maka aku gagal menjadi manusia yang hidup untuk menghidupkan
Kekasih, sekalipun aku berteriak sendirian, maka, rindu yang menggugat ini akan tetap hidup didalam lubang gelap sekalipun
.
Aku masih mencintaimu melalui darah dan luka para pembangkang yang menyuarkan keadilaan bagi tanah, air dan hutan.