Minggu, 25 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #43

Lorong perkotaan meraung
Hingga ubun ubun fajar pagi
Kertas perlawanan terbang sudah dalam kerongkongan peradaban
Terdengar hentaman penindasan kemanusiaan
Dimana kelaparan dan kemiskinan enggan di kabarkan dalam cinta,  kasihnya media massa

Burung burung kota bernyanyi menyuarakan keadilaan
Selipat koran menemani kelopak mata yang melihat begitu banyak penindasan

Kekasih,  jika kota enggan membuatmu damai
Pergilah ke desa,  tanamkan cinta dan kasihnya alam rayya
Kau harus berani,  hidup untuk menghidupkan

Jika di desa kau mendapatkan kecaman dan penindasan,  maka bertahanlah dalam perjuangan kehidupan,  salah satu jantung semesta adalah desa,  kau harus rawat dan buka matamu.

Bangunlah jiwa dan ragamu.
Kekasih,  tetaplah menjadi cahaya walau harus hidup sekalipun di dalam lorong kegelepan.

Beranjaklah dari ketiadaan
Kau harus abadi bersama perlawanan
Biarkan puisi ini yang menggugat kegelisahan

Aku akan tetap mencintaimu bersama suara para leluhur yang berjuang demi keadilaan
Kekasih, bangunlah karena revolusi tidak akan pernah hadir di dalam tempat tidur yang nyaman

Sejatinya perjuangan : Tidak Ada Manusia Yang Dilahirkan Dengan Sia - Sia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...