Minggu, 25 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #39

Dalam surau suara - suaraku yang lahir dari tulang rusuk perjuangan, dalam debar peluru di depan kelopak mata dan keningmu,  beranjaklah aku menjadi pengembala buta,  berburu putri paras pasundan yang menghadang bara-bara api dalam gejolak asmara, membunuh busur sepi dari inci-inci teriakan sang raja, omong kosong pada linda - lindung jika perdebatan hanya guyonan belaka untuk meraih piagam penolakan,  candu rindu ini berbinar pada sangsakala yang menutup kerongkongan para wijaya.

Sebagai pembalut diksi kumakan semua gugatan rindu yang kronis, aku masuk kedalam dimensi peradaban lalu kumuntahkan rupamu yang jelita,  ku antarkan debar -  debar persatuan hingga menusuk selangkangan aurora

Sebagai pengelana aku cari gugatan rindu pada lubang semesta, kurobek perutmu dengan bambu runcing pelosok desa, tikaman sejarah ini ku masukan pada usus-usus kebencian lalu ku antarkan surat-surat perjuangan ke dalam mimpimu,  kuselami lebih dalam lagi dan ku kecup anganmu bahwa sang saka sedang tidak dalam keadaan yang baik

Sebagai puisi aku menjelma menjadi siliwangi, lalu akan kupatahkan gugatan gugatan yang tak pernah tersampaikan,  aku akan hilang tapi tidak dengan puisiku,  hingga terbang jauh melawan peradaban yang penuh akan penindasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...