Kamis, 15 Agustus 2019

Rindu yang menggugat #32


Jika aku harus pulang dalam rahim yang di hujani kelopak luka di kisahmu
Tanamkan saja darah juang yang terselip di dalam tongkat pemberontakan ini
Kasihku, terimalah cinta kasih semesta di dadamu
Dengarkan debar debar luka kelam yang menghitam
Cinta kita memang terlahir bersama nenek- moyang
Yang di tikam rezim kejam

Jika perlawan akan memisahkan gugatan ini
Maka,  aku akan tetap merayap,  merayap,  menjadi kemarahan pada rindu yang gugup, menjadi amuk pada tikaman serdadu yang busuk
Jika penompang kemanusiaan akan membuatmu tuli pada peradaban yang penuh kebodohan
Maka, Aku akan berjalan walau genjatan yang akan  meleburkan badanku pada perjuangan

Aku adalah angin yang akan menyelinap hingga kamarmu untuk membangkang dan menggugat semua rindu yang di halangi serdadu
Aku adalah ribuan kegelapan yang tegak berdiri menantang semua kepalsuan
Aku adalah kutukan bagimu
Sekalipun aku diacuhkan,  dan mati
Aku akan tetap berlari bersama semangat nenek- moyang yang merindukan hari esok lepas dari penindasan dan kebodohan
Maka,  jika ragaku hilang, biarlah aku menjadi abu
Tapi tidak dengan puisiku
Dengarkan baik-baik
Tidak dengan puisiku!!
Aditya permana
Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...