Minggu, 28 April 2019

Aku yang tidak mengenali diriku sendiri


di sudut dunia, ada seorang lelaki, mengisak tangis yang mengangga , terhantam riuh nya kerikil derita yang ada pada raga, melirih sendu, membuat aksara mendayung dalam dekapan sang sepi.  Terpontang – panting  terpanah asa yang tak pernah jadi rasa, diksi kini terpana dalam poros dramaturgi mencari cinta yang terbunuh pena, dinamika bagaikan bianglala tanpa  tusukan jari yang memberikan tinta nurani, semuanya hilang tanpa melontarkan basa basi, menelantarkan jiwa tanpa kata peduli, terpanah ego yang terlalu tinggi membunuh transisi membuat isi kepala jadi sunyi, sepi, semuanya mati, kini aku terpaku dengan diriku sendiri,  mebuka kata melawan realita dengan apa yang ada di isi kepala, sampai kapan aku berteman dengan sepi , aku sakit dan aku berdarah .

aku kehilangan jati diri terbawa objek transisi yang penuh luka dalam dialektika, membuncah imaji menolak terapi untuk melawan dogma yang sepi,  aku mati dalam ramai, aku lupa dengan cinta, aku sepi, Bantulah aku dengan nurani bukan ambisi, jangan biarkan aku terbakar dengan jeritan yang patah,  aku tidak bisa keluar sendiri , karena aku bukan jiwa pembalut diksi.

Aku haus kasih sayang, aku muak jadi jiwa yang sering terbuang,  kini setiap langkah hanya membuat jiwa terpana dalam luka, meraung kata merobek mimpi tanpa aksara,  suaraku membuat mereka jadi fana, aku bosan dengan bayangan semu yang tak paham dengan jiwa yang rapuh, Kemana lagi kubawa tubuh yang penuh luka ini, aku sudah bosan dengan sepi , jangan biarkan aku terbentur dengan hati yang sunyi, apa aku harus mati dalam keadaan depresi.

Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri
Mengapa ketika mereka hilang selalu memberikan karang
Mengapa cinta hanya jadi lara
Mengapa aku tidak ijinkan untuk memeluk orang yang disayangi
Mengapa semuanya menolak aku yang penuh luka ini


Mereka memudar, aku menghilangkan diksi yang  penuh arti,dan peluk mencibir sepi tanpa arah,
Aku hanya ingin menjadi manusia biasanya merasakan cinta mengobati luka untuk bahagia.
Bantu aku untuk hidup, menari dalam diksi mengabarkan sajak, “hidup untuk menghidupkan”
Untuk jiwa jiwa yang teraniaya  oleh rayya yang penuh sandiwara.

  
Bandung sore hari, 28 April 2019
Aditya permana





1 komentar:

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...