Beranjaklah sang dewa dari penjaringan rahim yang suci, terasingkan antara waktu dan derita, sore itu kelopak mata didekat pipimu, bias mendekap rindu yang terpasung bayang bayang masa lalu, bibirmu pucat seakan sedang berontak pada peradaban yang di paksa masuk ke masa siti nurbaya, hembusan asap jalanan menikam prahara walau rindu telah jadi pusara, sementara detak detak bola mata serupa udara dan pohon yang di tebas tuna asmara.
Ku puji asma dalam palung samudera, walau isi kepala menolak lupa pada jejak jejak hitam asmara
Serupa cinta penuh misteri
Serupa jelita yang berduri
Serupa akar membungkam gubuk cerita
Serupa cinta penuh misteri
Serupa jelita yang berduri
Serupa akar membungkam gubuk cerita
Oh, selina
Hidup hanya serangkaian akar yang berduri, di puji dan memuji membuat kita lupa untuk berdiri
Remuk nya aksara pada zaman pembodohan
Membuat kita gagal menghadirkan benih nya perjuangan
Hidup hanya serangkaian akar yang berduri, di puji dan memuji membuat kita lupa untuk berdiri
Remuk nya aksara pada zaman pembodohan
Membuat kita gagal menghadirkan benih nya perjuangan
Oh, selina
Bayang - bayangmu mencekam sang malam
Nada nada minor menari dari hempasan yang sakral
Rangkum jalan berbeda, jatuh sakit di sepertiga yang kelam
Aku bahagia melawan lupa
Bayang - bayangmu mencekam sang malam
Nada nada minor menari dari hempasan yang sakral
Rangkum jalan berbeda, jatuh sakit di sepertiga yang kelam
Aku bahagia melawan lupa
Oh, selina
Beranjaklah pada ketiadaan yang abu
Rendahkan saja rupamu pada cakrawala
Jangan terlalu tinggi nanti kau jatuh kesakitan
Beranjaklah pada ketiadaan yang abu
Rendahkan saja rupamu pada cakrawala
Jangan terlalu tinggi nanti kau jatuh kesakitan
Sejatinya cinta adalah kemanusiaan
Kita akan mati
Yang abadi hanya puisi
Aditya permana
Bandung, 19 september 2019.
Kita akan mati
Yang abadi hanya puisi
Aditya permana
Bandung, 19 september 2019.
