Pada kota ini
Aku pinjam matamu yang lucu
Kulihat bangunan tua yang tetap kokoh berdiri
Dan hari ini, ada sebuah cahaya baru telah menyingsing dihadapanku, aku memerlukan kekasihku, tapi yang hidup, bukan sabda yang mati, yang bisa kubawa ke dalam teropong kemanusiaan
Kulihat bangunan tua yang tetap kokoh berdiri
Dan hari ini, ada sebuah cahaya baru telah menyingsing dihadapanku, aku memerlukan kekasihku, tapi yang hidup, bukan sabda yang mati, yang bisa kubawa ke dalam teropong kemanusiaan
Aku pinjam lagi hidungnya yang ayu
Ku cium aroma hirup pikuknya kota ini
Ku cium lebih dalam lagi paru-parunya yang suci
Namun dulu dia mencintai "engkau harus" sebagai sesuatu yang paling suci, tapi sekarang ia harus melihat adanya ketololan dan kekuasaan bahkan di dalam rahim yang paling suci
Ku cium aroma hirup pikuknya kota ini
Ku cium lebih dalam lagi paru-parunya yang suci
Namun dulu dia mencintai "engkau harus" sebagai sesuatu yang paling suci, tapi sekarang ia harus melihat adanya ketololan dan kekuasaan bahkan di dalam rahim yang paling suci
Dan aku pinjam lagi bibirnya yang merah merona
Ku kecup serak - serak peradaban secara pelan-pelan walau penuh pembungkaman pada jalan yang ditentukan
Ku kecup serak - serak peradaban secara pelan-pelan walau penuh pembungkaman pada jalan yang ditentukan
Ku cium lebih dalam lagi, walau aku menginginkannya bukan sebagai sebuah hukuman dari seorang tuhan, bukan sebagai hukum manusia ataupun sebagai kebutuhan manusia dan kita tidak akan menjadi tonggak penunjuk jalan menuju dunia-dunia atas dan firdaus-firdausnya
Lalu semua derita kita akan menjadi kebajikan dan semua setan kita pun akan menjadi malaikat-malaikatnya
Namun, jika aku berniat merebut parasmu yang jelita, dengan cintaku, aku katakan, aku tak akan mampu melakukannya
Sebab cintaku tak sabar hendak meluap lagi menjadi aliran sabda ke segala arah, yang mengalir ke atas dan ke bawah
Jiwaku akan bergegas keluar dari gunung-gunung yang sunyi dan penderitaan untuk sampai ke lembah-lembahnya
Dan terlalu lama aku merindu dan memandangmu dari kejauhan
Terlalu lama juga kesunyiaan ini mencekam tubuhku, maka aku pun melupakan bagaimana membuka mataku
Sekali lagi aku katakan kepada kekasihku, aku boleh turun, hidup bersama jantung-jantung kehidupan, tanpa adanya penderitaan, penindasan ataupun kelaparan.
Aku mencintaimu
Aditya permana
Bandung, 28 oktober 2019
Bandung, 28 oktober 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar