Kupikir mimpimu hingga ranu kumbolo nyatanya hanya sebatas kebun binatang tanpa harus berlari untuk menghilangkan, bahwa rindumu penuh kepalsuan.
Kau menantang kasih, kau hanya bisu lalu membuat ragaku masuk kedalam lubang yang terpaksa untuk melawan malam oleh pedang tanpa harus menjadi pemenang.
Jika kau ingin mengenalku, kenanglah jiwaku dalam harum nya bunga abadi di mandalawangi, kau akan mengerti bahwa hidup bukan hanya tentang menghakimi lalu mencintai.
Jika kau ingin melawan, lawan saja kepalsuan itu, kau tidak pantas berbohong dalam kemunafikan, jangan pernah samakan ragaku dengan menara bibel yang menantang untuk menembus langit ke 7, itu sangat tidak bisa dan tidak akan pernah bisa.
Lalu jangan pernah pergi jika hidupmu tidak ingin disamakan dengan kisah soviet yang hancur lebur, tanpa ada yang mencintai.
Kau berhak hidup tanpa alasan dunia sofhie, biarkan filasafatmu berjalan pada kesepian marjinal yang selalu saja diam dalam ketiadilaan. Jika ingin hidup lawanlah kepalsuan, jika ingin mati teruslah menebar kebohongan tanpa harus mencium kamojang yang ada di lorong kegelepan.
Aku hanya orang malam yang mencintai siang
Aku hanya gelap yang menghabiskan waktu dalam dekepan heurmenetic tanpa adanya kasih sayang.
Mulutmu berbicara tentang budaya tapi ketika di tanya adidaya kau diam tanpa kata, kakimu melangkah begitu cepat dan hebat dengan sebuah pertanyaan tapi ketika solusi dalam populasi ego sendiri kau mendadak ambigu dengan diksi ini.
Tangan tangan tangan dan tanganmu lumpuh ketika di tanya kemanusiaan.
Biarkan
Dan aku kembali pada buku bumi manusia dimna gelap, sepi, dan sunyi berhasil mengabarkan kepada manusia bahwa ketidakadilaan dan kemiskinan masih tetap berjaya di seluruh dunia.
Aditya permana
Sekolah inggid soegarnasih
13 juli 2019
Bandung

Tidak ada komentar:
Posting Komentar