Selasa, 11 Juni 2019

Ranting kembang terbius aroma kebohongan


  Seringnya  kau campakan rindu ini hingga masuk kedalam lara yang penuh luka, kau membiarkan darahku dingin , benar - benar dingin hingga lupa bagaimana hangat kembali, sepucuk surat kau kirimkan dara kedalam kamarku, penuh amarah dalam sepi, rindu ini hanya jadi senjata perang bagimu menebas semua sepi agar aku terluka kembali, aku hanya menghadirkan rindu dalam sepi bukan menyandera dirimu agar mati tak mewangi, aku hanya membayangkan rindu ini berkelana dalam majas melati bukan diam membisu membabi buta semuanya yg ku ingini, jika kau ingin pergi dalam kebencian silahkan caci semua sepi yang pernah kumiliki, silahkan pergi setelah benar benar ku mati dalam sepiku sendiri.

  Dalam lembayung hujan di sudut kota ada pesan sakral yang pernah kita bicarakan, kepastiaan kita hanya jadi siklus bianglala tanpa nahkoda, meresapi setiap keluh yang terjadi dan akhirnya menghadirkan ambisi untuk esok hari, kau begitu pintar menari dalam kata hingga aku terbuai dalam intisari aksara, melepasmu adalah tiada, kembali ke lubang yang sama penuh luka dalam uraian diksi yang tak punya makna, begitu mudahnya kau berkata tanpa makna memberi sarapan sampah agar aku diam dalam gelombang yang tak berwarna.

  Kau hilang dalam rindu yg sedang ku rangkai, merangkai setiap luka yang pernah terurai, kau hilang dalam ramai hingga lupa dengan sepi yang telah terbingkai, begitu mudahnya kau menghapus setiap jejak yang ada di sudut kota kembang, menabur benci hingga kau lari dalam derita tanpa luka, kau fana bagi waktu merasa sengsara di atas derita.

   Pergilah dengan sebutir janji kebohongan yang pernah kau lukiskan dalam pusara kebahagiaan, sekarang, kau hanya sedang mabuk pada kekayaan yang sudah terurai, membuang sampah agar berlian tergenggam hingga malam, kini aku bahagia dalam gundukan sampah yang telah kau buang,  merakit kembali setiap benang agar suara langit menggema di kepalamu bahwa aku telah bangkit kembali, membawa kisah yang kau anggap hina, mengatarkan setiap doa hingga ujung pusaka.

  Silahkan ramai dengan kisah kebohongan, silahkan berjalan dalam tahta yang telah tersaji dalam meja makan, kau hanya hina dalam kebenaran hingga lupa bahwa aku akan menghadirkan lukisan kembang yang penuh luka.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...