Minggu, 28 April 2019

Menolak Luka

Gelap,  sepi dan tidak berguna
Memolah diri dari rempah rempah raga tertusuk gumpalan sampah
Menusuk langit membuka mata bahwa raga harus sujud dalam tiga pagi
Entah apa yang sudah dilakukan
Semua pergi meninggalkan rumah,  kini hanya sepi
Tak ada lagi sosok ayah
Tak ada lagi sosok ibu
Semua hilang dirampas tuhan dan kesepian

Membanting dunia memeluk asa agar tidak mati dalam segeles  arak
Duniaku sudah berubah asap damai kini hanya hadir dalam kegelisahan
Membuat mata terkuntuk menangisi rumah yang sudah sepi

Ibu pergi dengan bermodalkan kebutuhan
Ayah hilang diambil tuhanku sendiri
Kakaku sepi dalam damainya sendiri

Entah apa yang harus ku lakukan,  semua hilang memberi luka
Aku hanya sampah yang berharap bahagia

Cita cita kini hanya buta
Harapan pun jadi punah
Kaki terdiam menyelimuti kesepian yang tiada habisnya

Mati matilah aku dalam kesepian
Terperangkap akan dogma kesalahan

Bu aku rindu dimna kalimat keresahan selalu saja kau lontarkan
Yah aku rindu dimna kini aku sadari bahwa kita tidak bisa berkumpul lagi

Bu kuliahku hancur bu,  entah apa yang harus saya lakukan
Saya ingin mundur bu
Saya nyerah bu
Bukan berarti saya tidak ingin berjuang
Saya mati dalam sepi bu

Bu ijinkanlah aku mati hari ini
Biarkan aku hilang dalam sepi

Dunia malam membuat jiwa ini lupa diri
Ingin sekali kudekatkan raga pada sang ilahi
Bu aku rindu. 

Terkapar kembali dengan dinamika yang telah terjadi
Terbunuh dengan kerakusan yang pernah di dihakimi

Maafkan bu,  kini anakmu hancur dalam sepi
Aku gagal bu membawamu kedalam istana yang pernah di idamkan

Ingin sekali rasanya kita ceria bahagia menatap raga menginjak di tanah suci. 

Bagja, asa, rasa, cipta
Waringkas,  rahayu jeung gede milik bu

Aditya permana
26 maret bandung sore hari

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...