Senin, 15 April 2019

Ketika langit menjadi sebuah pelarian

Gelombang mata menyilaukan dunia yang samar
Menyembunyikan rupa cantik yang memancar
Di balik hijab hitam kau bercadar mengikat janji dengan sang Tuhan, bahwa tawakal adalah kunci untuk selalu tetap tegar.

Sepertiga malam pun kau merintih menangisi diri penuh luka yang teraniaya,
Menggaduh cinta untuk sang pencipta
bahwa lara harus bisa bahagia.

Wajahmu tertutup kain yang sangat indah, selaksa rasa memancarkan sinar anugerah.
Dari segala sisi kelam kau buang dengan ke indahan dari-Nya, lalu memohon diri untuk di rumahkan bersama orang-orang yang bertaqwa dalam golongan utusan-Nya.

Angin malam yang berhembus memikat tangan untuk terus bertasbih, dan cadar ini hanya untuk mencari keridhoan dari sang illahi dan sebagai syareat untuk mencapai menuju kesempurnaan-Nya.
Tanpa terasa air mata pun mengalir membasahi kain hitam yang menoleh luka yang telah terjadi.

Rayya tak berhak untuk memandang,  wajahnya hanya pantas untuk di lihat oleh seorang lelaki yang ber - ikrar dalam poros yang sakral.
Matahari pun tersipu malu atas kilauan matamu, dan awan pun membias karna ke indahan dan berkah yang telah Tuhan berikan kepadamu.

Dan baru kusadari bahwa dari miliaran perempuan yang ada, hanya ada bidadari di balik sebuah cadar berwarna hitam itu.

Ini bukan tentang cinta tuan apalagi puan,
Tapi ini tentang intuisi seorang perempuan yang mencari ke ridhoan kepada Tuhannya.

 - Aditya Permana, Bandung 16 april.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...