Senin, 04 Maret 2019

Kua sepertiku

Aku sepi berjalan dalam lubang kegelapan tertampar ego yang menggempar, liku liku menghantui asa yang tanpa pernah menjadi rasa, aku bosan melihat kesenjangan itu terbang dengan leluasa, aku ingin melawan, tak peduli darah atau terluka, aku ingin teriak tak peduli mayor ataupun minor, aku sesak dengan dogma dogma kebodohan, aku tidak akan pernah menyerah meski ditobak hingga menebus dada, aku tidak akan pernah menyerah meski dibiarkan gelap sendirian, dan aku akan berjuang dengan sebagaimana mestinya manusia yang memanusiakan manusia kembali, aku tidak akan pulang dan aku akan terus berjuang meski jiwaku dipenuhi kesakitan.

Lanang : ijinkan aku untuk berbicara bupon, percayalah kau tidak berjuang sendirian meski   aksaraku kusut tanpa arti namun ku sisipkan badai untuk menerjang kesombongan, biarkan aku berbicara sekali lagi, aku akan ada untuk melawan kebodohan dan aku akan berjuang menantang langit yang dipenuhi kemewahan, percayalah.
.
Bupon : untuk apa ?, aku tidak ingin melihat lanang diasingkan.

Lanang : biarkan aku ikut untuk di asingkan, aku adalah aku yang tidak ingin berjuang pada kemunafikan.

Bupon : untuk apa kau mengorbankan ragamu ikut berjuang melawan kemiskinan dan perbudakan ?, sudahlah pergi jangan ikuti jalanku ini, biarkan aku berjalan pada kegelaapan sendirian, kau masih punya mimpi yang patut di perjuangkan, aku sudah mati dalam angan angan, biarkan aku berjuang sendirian untuk kemanusiaan meski nyawaku harus hilang .

Lanang : berhenti lah bicara pada kegelapan, kau hanya mengusik ego sendiri, kau patut untuk menari mengabarkan bahagia pada kehidupan, kau itu tidak sendiri, aku bukan pedang yang disimpan namun melukai, aku adalah aku yang akan datang pada kegelapan untuk mneyuarakan kemanusiaan.

Bupon : aku bosan dengan nada datang lalu pulang ?

Lanang : berhentilah memvonis siapapun
Bupon : apa aku harus kembali dengan nada nada yang dipenuhi tombak di dalam lidah, aku tidak ingin jiwa ini terluka didalam diksi cinta .

Lanang : percayalah manusia itu tidak ada sia sia .

Bupon : tapi manusia yang mensiasiakan manusia .

Lanang : sudahlah jangan terlalu bergelut dengan egomu, mari kita berjalan dan menari mengambarkan kebenaran dengan cinta dan asa yang hakiki.

Bupon : apakah dunia tak melibatkan asa ?

Lanang : silahkan bertanya ?

Bupon : apakah aku harus terdiam dalam kegelapan ?

Lanang : silahkan menyandra diri sendiri ?

Bupon : apakah aku harus melepas nyawa ?

Lanang : silahkan meringis semaunya

Bupon : kuharap kau akan mengerti saat dirimu divonis tidak berguna   ?

Lanang : kau tidak yang ada beda ?

Bupon ; kau tak pernah merasa ?

Lanang : kau itu istimewa

Bupon : tapi aku dipenuhi kecewa

Lanang : berhentilah memvonis dirimu tidak berguna

Bupon : mengapa kau tak biarkan aku untuk hilang ?

Lanang : sebab aku tau arah untuk pulang

Bupon : mengapa kau memilih berjuang untuku sedangkan jiwamu masih maradang pada angan angan ?

Lanang : karena dunia butuh dirimu yang periang

Bupon : aku hanya jengah dengan patah dan kemewahan

Lanang : jangan pernah menyerah , mari kita coba kembali

Bupon : aku hanya lelah untuk berdarah lagi

Lanang : mari kita rebah untuk sejenak memaknai

Bupon : aku pasrah

Lanang : itulah jawaban yang terindah

Bupon : dan biarkan tuhan yang memapah dan merekat jiwa jiwa yang patah

Lanang : sebab dia adalalah sebaik baiknya rumah, biarkan lukamu untuk memaknai kehilangan dan perjuangan, aku tidak akan pernah bebicara tentang arti senja dan pelangi aku hanya ingin berbicara tentang payung hitam yang melawan, kuharap kau mengerti tentang semua apa yang kaue perjuangan, aku siap ada dan mati untuk dirimu dan kemanusiaan.

Bupon : sekarang aku benar benar mengerti

Lanang : terus berkarya dan berjuang walau tak pernah dikenali

Bupon : teruslah menjadi cahaya di atas rayya

Lanang : aku akan ada untuk hari ini , esok hari dan selamnya

Lanang dan bupon : Kita berhak untuk hidup dan bahagia


Karya :  Aditya permana
Judul : Kau sepertiku


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...