Senin, 28 Januari 2019

Badut


Terlalu berharap dengan suara suara badut kebohongan
Suara suara mereka membuat kami lupa arti bhineka tunggal ika
Suara suara mereka membuat lupa tentang arti kemanusiaan
Mulut mereka tajam membungkam anak anak yang kelaparan
Tangan mereka kilat menampar biaya pendidikan yang tak mampu di bayar
Kaki mereka senyap meredam sejarah sejarah yang di paksa dilenyapkan

Saya sudah bosan dengan suara pilih saya atau itu
Saya sudah bosan melihat gambar gambar di paki di pepohonan
Saya sudah bosan melihat badut yang gila kursi

Badut itu memang gila iya,  gila kursi dan materi
Semakin gila semakin lupa
Bahwa hidup seharusnya untuk berbagi
Bukan merasakan untuk diri sendiri
Semakin gila semakin lupa
Bahwa hidup seharusnya menjujung
Toleransi bukan melibatkan ego diri sendiri
Semakin gilan semakin lupa
Anak seni dilarang mengkritisi
Hati hati bung kami ada dan berlipat ganda
Kami akan terus memburu hingga benar benar kau sadar dalam kesadaran

Aku malu jadi mahasiswa
Bukannya belajar malah sibuk main instagram
Aku malu jadi mahasiswa
Bukannya membaca malah sibuk peperangan
Aku malu jadi sarjana
Bukannya bawa perubahan
malah mabuk akan gelar
Aku malu jadi sarjana
Aku malu jadi pemuda
Bukannya mengembangkan desa
Malah menculik kembang desa
Aku malu jadi pemuda
Bukannya belajar tentang lambang garuda
Malah mencoret arti bhineka
Aku malu jadi pemuda

Bukannya menjaga rayya
Malah membenci antar agama
Aku malu pada pendiri nusantara
Bung maafkanlah kami,  karena kami sudah terlahir jadi pemuda yang buta membaca
Bung maafkanlah kami
Kami sadar,  tapi kami dipaksa mati dalam kenyamanan

Bung maafkanlah kami
Kami berjuang,  tapi kami mati dalam tontonan telenovela yang tidak bermateri
Bung maafkanlah kami
Kami berlari,  tapi kami ditembak orang orang yang berdasi
Bung maafkanlah kami
Kami turun kejalan,  tapi kami hanya diajarkan untuk membakar ban
Bung,  aku malu jadi pemuda
Andaikan munir,  wiji dan rendra masih ada
Mungkin aku tidak berjuang dari ada ke tiada... 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...