Senin, 07 Januari 2019

Romansa Senja

Ada cerita dalam pagi itu dimana kalimat dilontarkan dengan nada romansa “ ini mau sampai kapan?”, aku tersontak dan terpukul sejenak dengan kalimat itu,  terdiam, bukan tentang pagi yang menyenangkan ini tentang kegelisahan intuisi, diujung takdir sepi membayang hingga ufuk lelah terasa mencumbu tubuh menumpah gelisah yang mengamba, kegelisahan puan mengharapkan bahwa tuan harus hidup dalam kesahatan bukan kesakitan, tapi aku tidak sakit puan, aku hanya sedang berjuang menciptkan ruangan , yang semestinya aku harus ucapkan terimakasih untuk pagi itu.
Puan yang sakit itu hanya ragaku, bukan jiwaku, aku masih hidup puan, aku masih punya gairah tapi aku masih ada resah yaitu aku masih hidup dalam harapan dan kata kata, kembalilah dalam kalimat yang kau lontarkan pada pagi itu, iya kata-kata dalam pena, aku rindu puan.
 Jiwamu adalah hidupku, hatimu adalah rasaku, ragamu adalah wujudku ,hasratmu adalah harapanku dan hidupku ini hanya untukmu.
Kesumbangan dalam pikiran, hati dan jiwa hampir seperti orang gila yang tak punya karya. Ia aku merasakan itu.
Aku malu puan, memberi sarapan pagi dengan diksi yang membuat aku sepi, puan aku tidak ingin menjadi bintang lapangan, aku hanya ingin kamu kenal, sosok yang kenal bahagia dan kenal juga menjaga.



Puan jika kamu memilih untuk menghilang,yang harus kamu tahu perasaaan justru  aku bahagia , jangan tanya mengapa, justru aku bahagia dalam pilihanmu puan , puan selamat berjuang dan aku masih masih tetap disini walau berteman dengan jiwa sepi,
Aku masih sepi , sepi dalam kerinduan yang kamu lontarkan “ jaga kesehatan dan jangan lupakan” , sebetulnya aku tau , dibalik diksi itu , puan memiliki ribuan romansa yang belum diadakan.
Sudahlah jangan membohongi diri sendiri puan !!!.
Sebenernya aku malu ketika banyak gadis menghampiriku, namun mataku masih tertuju padamu puan, hatiku masih padamu dan kakipun masih disana.
Aku tahu, cinta adalah jalan yang menuntunku keliang kubur,  karena tak ada jalan lagi selain itu, karena aku yakin puan masih tetap mencintai sepi dan diksi.
Kamu pernah mengucapkan ,“ aku tunggu  kamu disini”, aku memang akan kesana puan tapi mengapa saat ini kamu menghilang.
Saat ini puan memang hilang , tapi semoga senyummu itu merangkai diksi demi diksi agar terbentuk menjadi puluru kebaikan, ya kuharapun  begitu.
Puan tetaplah menjadi seorang puan dimana masih mengingatkan kalimat, jangan lupa makan pada sang tuan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...