Rabu, 21 Maret 2018

menyapa segelas kopi

Seperti biasa ketika kopi hitam ini mulai dingin , kopi hitam ini selalu kudiamkan begitu saja,Mengapa kudiamkan?’’, dulu kamu pernah bilang’. “Katamu, hitam pekatnya itu membuatmu jijik. Kamu salah!” Terdengar penegasan kata pada ujung kalimatmu. Ini bagian yang paling aku suka, mukamu terlihat lebih manis pada saat begitu, sungguh, aku jujur. Secara refleks, bibirku tersenyum. “Kenapa tersenyum?” tanyamu heran. “Emm.. Eh, anu, kenapa aku salah?” Aku gelagapan.
“Iya, kamu salah—salah besar. Justru dibalik hitam pekatnya itu kopi hitam memiliki keistimewaan. Kamu tahu sendiri kan aku tidak langsung meminumnya begitu selesai membuatnya?” Aku mengangguk dan mencoba menggodamu, “Pasti karena masih terlalu panas kan?” Dan berhasil! Kamu tertawa, yang membuat lesung pipitmu terlihat jelas, aku tersenyum lagi. “Bodoh sekali, orang tolol mana yang berani meminum air yang masih mendidih. Boleh juga tebakanmu, tapi bukan karena itu, melainkan aromanya. Kamu pernah mencium aromanya bukan?” “Belum,” jawabku singkat. “Oh, aku lupa. Kamu selalu langsung menutup mugnya begitu aku meletakkannya di mejamu.” Kenapa kamu begitu menyukai kopi hitam jawabnya sambil memberikan muka yang lugu.” Jawabku singkat lagi sambil melihat mukanya yang lugu dan merona itu.’’ Kopi hitam mengajarkan manusia untuk berpikir karna sebuah keindahan bukan hanya dari covernya tapi sebuah keindahan itu muncul dari keluguan dan apadanya jadi cuman kopi hitam yang punya semua itu.” Jawbanku itu membuat dia menundukan kepala seakan dia sedang berpikir keras , aku panggil dia dengan nada yang lembut .” hey.....!!! nona sudahlah ini bukan ftv yang kamu harus tangisi “. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...