Selasa, 20 Maret 2018

23 november 2013

Siang itu ayahku tergeletak di lantai, jiwa dan raganya merintih menahan rasa sakit yang di deritanya, mulutnya bergetar seakan garis hidupnya akan berakhir dan matanya menangis ketika tau bahwa tuhan akan menjemputnya untuk pulang, perjuangan ayahku tidak sendiri agar tetap bisa bertahan hidup ada aku dan ibu yang tetap setia menemani untuk berdoa dan mengharapkan keajaiban, meski siang itu terasa panas sekali aku dan ibu tidak lelah untuk menunggu dan berharap bahwa nasib baik akan datang pada ayahku, semua doaku dan ibu pupus sudah ketika tau bahwa ayah menghebuskan nafas terakhirnya, siang itu seakan menjadi saksi hari yang terburuk dialamiku dan ibu.

jiwaku dan ibu mulai terpukul akan kepedihan seakan tidak bisa menerima kenyataan bahwa ayah memang telah pergi, akan tetapi wajah ayah yang pucat itu seakan menamparku dan ibu untuk bisa menyadari. 

"bahwa tidak semuanya kepergian harus diiringi dengan sebuah tangisan ", ragaku mulai tergerak menghampiri ibu mencoba untuk menenangkan hatinya yang terpukul, "karena dengan kepala tegak dan doa itu lebih baik dari sebuah tangisan", kusediakan bahuku agar ibu bisa merasa lebih tenang.

Ketika aku dan ibu sudah mulai mennyadarinya kukabarkan secepat mungkin pada saudara dan tetangga rumahku tentang kepergian ayah.

Hari semakin sore tetangga rumahku mulai membantu dan menenangkan hatiku dan ibu yang terluka. Ucapan belasungkawa itu datang dari mana - mana , dari lisan, bunga maupun media seakan mereka mencoba untuk menjadi penyemangat aku dan ibu agar tetap tegar dan sabar, banyak orang yang bilang ayah itu baik dan kuyakin dengan semua "kebaikan yang ayah lakukan akan memudahkan jalan menuju surga yang di janjikan hanya untuk orang - orang baik".

Hari mulai petang, kumandikan ayahku untuk terakhir kalinya aku siram dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan air yang penuh kasih sayang dan doa , ku sholatkan ayahku dengan ketulusan dan keesokan harinya kuantarkan ayahku ke tempat istirahatnya dengan sebuah harapan dan cinta agar bisa tertidur dengan tenang dan bahagia.


Tugasmu kini telah selesai terimakasih selama 19  tahun kau telah menjadi ayahku .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...