Selasa, 14 Januari 2020

Cinta itu apa

Semenjak ribuan buku di bakar di dalam tanah dan keberanian di racuni di udara
Semenjak para kapital memperkosa mulut hingga mengeluarkan air mata sang mamah
Semenjak parang jatuh cinta pada senja
Semenjak pemuda-pemuda baku hantam di dunia maya
Semenjak anak-anak di latih perang di poros virtual buatan Hollywood

Maka tak ada lagi jatuh cinta pada ruku, suku dan buku-buku
Maka tak ada jatuh cinta pada bahasa dan budaya
Maka tak ada jatuh cinta pada tiang -  tiang yang dijadikan tulang persatuan
Maka tak ada jatuh cinta  pada darah yang mengalir pada akar penyadaran

Berhentilah jatuh cinta pada popularitas yang hanya membuat akumulasi perdebatan tanpa adanya manisfestasi pembangunan kasih sayang

Berhentilah jatuh cinta pada kekayaan yang hanya akan dijadikan subsidi bagi perut sendiri

Berhentilah jatuh cinta pada ketakutan yang hanya membuat kebebasan itu mati terkutuk

Kita adalah aib pelarian cinta generasi ke dua
Memaki, memukul hingga melupakan perjuangan nene moyang

Kita adalah sisa - sisa jatuh cintanya dari adam dan hawa, semua rasa,  nurani tenggelam dalam indahnya pulau banda neira

Cinta itu adalah bambu
Kata adalah senjata
Tapi kita tidak benar benar merdeka dengan diri sendiri

Maka apa itu cinta?

Cinta itu merawat aspek minoritas dan melawan segala penindasan pada manusia,  air,  tanah dan udara
Cinta itu memeluk gelap dari hantaman sang terang
Cinta itu merangkul perbedaan
Jadi cinta itu apa?
Cinta itu apa?
Cinta itu apa?




Aditya permana
Bandung, 14 januari 2020

Minggu, 12 Januari 2020


Semuanya sudah jelas, tidak usah mencari, paradigma yang telah di genggamnya membuat langkah-langkah hipotesis sendiri, politik balas budi telah menggambarkan pola-pola kekuasaan di dalam diri, tenang saja setelah ia menguasai semuanya, saya telah hilang dari keramaian, bahkan dalam cita-cita saya sendiri, adikuasa ini secara tidak langsung memaksa ia masuk ke dalam pusara yang membuat menara. 

Ia pun Tidak hanya diam dan melihat saja,  bahkan puluhan urgensi memaksa jiwa ter-eksploitasi alam raya ini, lembar demi lembar telah di bakarnya. 

Sorak demi sorak terdengar pada ruangan dramaturgi yang berpura pura menjadi manusia adil dalam pikiran, ia menjadi angkuh pada jiwa dan hati nya sendiri, sejak pemuda yang tidak jelas itu menerkam ia, hancurlah sudah, hancurlah sudah..
Namun, akan ku biarkan dia bermain pada peranan nya sendiri,  aku lihat komoditas - komoditas itu ber-ucap bahkan berjanji pada politik balas budi.

Andaikan serangkaian konotasi dapat terdengar hingga pintu rumahmu,  aku hanya ingin mengatakan kepada ia, "kau itu terpelajar cobalah bersikap adil sejak dalam pikiran", dan tidak hanya itu saja, akan ku katakan pada rahimu yang paling suci, "cobalah duduk sebentar dan pahami,  jangan berlari tanpa berjanji apalagi membuang dan menghakimi. 
Aku katakan, aku dan ia berhak merdeka sejak dalam pikiran ataupun bayangan. 

Segelas anggur merah


Sukma jelita menawar malam tanpa impunitas 
Selaksa insureksi menari dalam dwi fungsi abri
Lalu Segelas amer mencium bibir penuh hikayat dan makna
Dari revolusi semua harus tegak berdiri
Karena reformasi hanya guyonan politik balas budi masa kini 
Merajut benang impian untuk membangun poros gagah dan berani
Menari -  nari dalam dekapan pulau yang di asingkan bangsa sendiri
Hutan dan lautan menampar ekofeminis yang mulai berkedip pada indahnya tradisi dan budaya ini
Kabar penindasan pada emansipasi terdengar hingga ujungnya rahim suci bangsa ini
Urgensi pada dogma dogma merajut pola pikir pemuda
Komoditas dalam diplomasi membuat rusaknya harmoni rumah ini 

Hingga alunan gitar yang di mainkan abah iwan
Kini tersapu segeromblan yang berpeluru
Suaranya di bungkam
Kepalanya di tikam
Seperti pula lembar lembar wiji dan neruda yang selalu berontak pada peradaban yang sakit
Walau diksi menjadi darah
Kertas menjadi api
Keadilaan menjadi abu
Dan udara menjadi racun

Seribu retorika menjadi singkat dalam propaganda penyadaran, terus menerus di perkosa industri kesusateraan
Penyair -  penyair mulai bercumbu dengan senja
Walau  di sekujur badannya bau penggusuran dan kemiskinan
Pelukis - pelukis mulai berhubungan intim dengan rupiah
Walau rambut sampai kakinya bau penindasan
Sarjana - sarjana mulai memperkosa idealismenya
Walau di dalam toganya terdapat sebuah gambaran anak - anak yang kelaparan

Maka, Jika memang tidak ada perubahan sama sekali bakar saja kami menjadi arang
Bakar saja kami menjadi debu
Bakar saja kami menjadi tulang busuk peradaban
Karena kami adalah aib bangsa ini... 
Aditya permana
Tamansari
24 des 2019

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...