Kali ini aku tak butuh ramai, meringkas diksi yang penuh
arti menyukat jiwa terpontang panting rasa yang alergi, aku tak butuh senja
kali ini, menghilangkan bayang semu yang palsu, aku sepi seperti malam tanpa
bulan, seperti hujan tanpa pelangi, seperti air tanpa muara dan pagi tanpa
cahaya. Kini aku terkutuk gelap meringkas bingkai harapan, memotret lara yang
penuh luka, merobek asa yang tak pernah jadi rasa,merobek senyuman tanpa belas
kasihan.
Tapi tunggu dulu sebelum kau pergi meninggalkan dermaga
tanpa ada janji serapah , dengarkan jeritan jiwaku yang penuh luka ini,
terpanah gelombang sepi, memutar diksi agar kau berempati, syair yang sukat membuat dirimu hilang terbius aroma
sajak yang tak dapat kumiliki, aku berdarah, terpaku dengan rindu yang
terpanah, merajut basa basi bisu mencampakan rindu yang kini jadi rindang, kau
hadir tanpa lukisan, membuat diriku mati dalam sumpah yang kini hanya jadi
sampah, Dengarkan lagi, putarlah badanmu sejenak, simpanlah telingamu dalam
diksi yang menyukat, saat dirimu mengeluh aku selalu ada menghantam sarkas agar
jiwamu masih utuh, tapi kau balas dengan tumpukan sampah menghianati janji yang penuh luka.
Sumpahmu memang sampah memberikan dogma yang tak punya
warna, dermagamu hanya untuk tahta menyandera diriku masuk kedalam lubang yang
penuh luka, aku patah dengan lukisan
yang kucintai, aku bisu dengan pena yang kupandangi , aku hancur lebur bagai
bianglala tanpa roda.
Logikaku mati dalam sepi meringkas bayangan bingkai yang
hadir dalam mimpi, merobek ufuk rindu demi tahta yang ingin kau miliki, aku
hanya lelaki jalang yang mencoba hidup untuk merakit kakiku bangkit kembali,
memolah intuisi mendengarkan jeritan yang penuh luka ini, Pergilah dengan
harapan, memulai hidup dengan nyaman, kau berhak untuk bahagia tanpa luka,
biarkan aku sendiri yang merasakan sepi penuh luka ini, biarkan aku yang
terhantam suara – suara sarkas dunia ini, biarkan aku yang mati dalam sepi.
Mengenangmu adalah kronis, membalut asa tanpa rasa, memutar
bingkai demi jiwa yang telah kehilangan arah, memapah kembali dalam perjuangan
bermimpi lagi untuk hidup yang menghidupankan, menghilangkan permata demi menyembuhkan
nadi yang penuh luka.
Aku akan kembali merangkai diksi, merangkai dalam tarian
luka agar bahagia memotret asa agar jadi rasa untuk cakrawala yang siap
bahagia, aku akan pergi dengan jiwa sunyi merengkah hati membalut luka dengan
puisi agar aku tidak mati kembali dalam sepi.
Dulu aku memang terpenjara rindu yang hanya jadi rindang,
meringkas kenangan demi ambisi yang menghilanngkan nurani, memotong sayap
merpati agar ego dapat kumiliki, bodohnya aku terbuai sumpahmu yang hanya jadi
sampah.
Lihatlah diriku yang sekarang, aku bangkit dalam diksi yang
penuh luka ini, merakit kembali harapan yang dulu kau panah, memperbaiki
bianglala agar darah mengalir kedalam rayya yang hadir untuk bahagia, aku masih
ada untuk menolak punah.
Jika kau ingin mencari, carilah aku dalam sepi dan sunyi .
Bandung, 29 april 2019

Tidak ada komentar:
Posting Komentar