Terlebih untukmu yang terkasih, aku minta jangan mudah terbunuh oleh sepi , untukmu yang terkasih aku mohon bangkitlah dalam tiga pagi, disana sudah tersimpan yang lebih indah dari pesan saya sendiri, untukmu yang terkasih bangkitlah karena sudah saat nya kamu tumbuh dalam dekapan sang illahi dan untukmu yang terkasih aku minta bangunlah sekarang juga.
Kata cinta bukan hanya untuk dibuktikan pada hasrat ingin memiliki, aku ingin lebih dari itu ,aku ingin mencintai dimana dari ada ke tiada, ku pikir kamu pasti paham dengan apa yang saya katakan ini, aku tak ingin disamakan seperti romeo dan juliet aku hanya ingin menjelma seperti halnya aku dan kamu.
Saya masih ingat pertama kali kita bertemu di tangga kecil kamar petak yang terletak di daerah sekeloa, dengan sebungkus martabak dan aroma kopi yang kamu bawa, dengan wajah lugu yang anggun kamu hadir dalam warna yang baru, mengapa ?, iya , pada waktu aku sudah tidak asing lagi bagi dirimu karena pada tahun 2012 kita sudah mengenal walau tak ada kata yang sempat terucap, disitu aku hadir sebagai kekasih sahabatmu sendiri, namun kondisi sekarang sangat berbeda tak ada yang harus di hargai untuk siapapun, kamu menjelma sebagai wanita yang harus kukenali kembali, dan akhirnya aku berhasil duduk bersama dan diskusi bagai kawan lama yang tak pernah disinggahi.
Obrolan kita sangat panjang membicarakn cinta , mati dan kehidupan. Bagiku dia adalah wanita yang sangat dewasa, kenapa ? iya, karena ia sudah tau arti memilah dan memilih, dia hebat dengan keluguannya sendiri, ia dapat memberikan sebuah harapan baru untuk saya sendiri, harapan yang tak bisa artikan dalam bentuk apapun, mungkin hanya rasa yang dapat di mengerti.
Hari ke hari kami selalu habiskan dengan menyemangati satu sama lain, bukan mencari perhatian, melainkan kami berdua sadar bahwa arti kata semangat itu bukan dari pemahaman sendiri, kami juga butuh bentuk dorongan dan dukungan dari orang lain , karena yang menguatkan itu dukungan atau kepercayaan.
Ada hal yang menarik dengan kami berdua entah itu karena kemauan saya ataupun arah angin sekalipun yang membawa kami ke tempat itu, bukan karena ingin terlihat beda dengan siapapun , saya tidak pernah berpikir ingin terlihat beda yang lain, yang membedakan mungkin cara pandang saya dengan mereka. Dengan hal ini saya ingin memperlihatkan bahwa kemanusiaan itu lebih penting dari benda yang menonjolkan arti cinta untuk yang terkasih, benda itu bisa hilang namun menanam nurani pada diri tak akan pernah hilang sampai kapanpun.
Malam itu saya memutuskan untuk mengajak ia ke tempat penggusuran yang ada di kota kembang, jangan kira penggusuran ini baik bagi mereka , disini tersimpan perampasan atau penindasan yang secara paksa, merebut hak - hak mereka untuk hidup oleh orang yang merasa paling berkuasa.
Kala itu bandung sangat dingin akan tetapi rasa dingin itu hilang ketika kami berdua mengetahui bahwa ada acara ngaliwet (makan bersama) dengan korban di tempat penggusuran itu, dia memang baru pertama kali mengunjungi tempat ini namun saya tidak diam saja , saya mencoba menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi pada mereka, penjelasan saya cukup berhasil hingga membuat ia mengerti dengan penggusuran ini.
Empatinya mulai terpukul ketika mendengar salah satu curhatan ibu yang menjadi korban penggusuran, sembari bercanda ibu itu mengatakan, ” pemerintah moal mungkin daek ngaliwet jeung urang, da tinu otak na ge duit jeung duit ( pemerintah tidak akan mungkin mau makan bersama dengan saya,yang ada di dalam pikirannya hanya uang dan uang).” Ocehan ibu itu sedikit menampar isi hatinya, ia mulai merenung memandang nasi yang kala itu di temani sayur kangkung, tempe, tahu, sambel dan kerupuk. Perlahan dengan wajah lugu ia habiskan nasi itu.
Selepas kami berdua menghabiskan makanan itu, kami berdua memutuskan beranjak dari tempat duduk untuk pergi ke sebuah warung, seperti biasa ketika saya selesai makan pasti merokok, ada pepatah dari orang jawa “ wes mangan ora udud eneuk ( udah makan kalo ga ngerokok pasti tidak enak) begitu kira kira”, namun ada yang beda ia saat itu dalam perjalanan ke warung dan sepulangnya ia lebih mengahbiskan waktu dengan melamun, saya tanya dia “ kamu kenapa ?”, dengan wajah nya yang lugu dan cantik ia spontan menjawab, “saya baru sadar dan tau bahwa di bawah tanah masih ada tanah dan begitupun sebaliknya”, saya tak heran dengan jawaban ia, pada awalnya saya sudah mengira bahwa dia pasti memikirkan hal seperti itu, namun dengan perlahan saya jelaskan jawaban jawaban yang baru saja ia lotantarkan, “kita boleh menjadi orang kata, kita boleh menjadi besar dan kita juga boleh menjadi apapun tapi jangan pernah hilangkan rasa kemanusiaan itu pada diri sendiri, karena sebuah keserakahan akan membuat kita lupa menjadi manusia yang seutuhnya.
- Chapter 1

Tidak ada komentar:
Posting Komentar