Sabtu, 22 Desember 2018

Kecil jadi pemenang dewasa jadi pecundang


Sejak kecil saya selalu menamkan pada diri bahwa saya harus jadi seorang pemenang dalam hal apapun, namun pada waktu itu saya sedang menggeluti dunia sepak bola , memeng sejak kecil saya mempunyai cita cita menjadi pemain bola yang profesional, dalam dunia sepak bola saya berhasil mencatatkan sejarah pada diri saya sendiri, pada waktu itu saya berhasil juara tingkat rw, tidak hanya disitu saja saya pun berhasil menjuarai tingkat sekolah dasar di kota saya sendiri, memang  cukup membanggakan pada masa itu dimana saya berhasil membuat orang orang terdekat saya tersenyum dan bangga akan kerberhasilan saya sendiri, jiwa pemenang masih terus melakat pada diri saya, hingga lomba apapun yang diikuti saya selalu ingin benar benar menjadi seorang pemenang.

Tidak hanya sepakbola saja, kebetulan saya juga hobbi bernyanyi hingga sampai saat ini, pada masa kecil saya masih ingat kala itu saya mengikuti lomba nyanyi di kantor bapak saya sendiri, lomba yang diselenggarakan untuk anak anak pegawai lapas banceuy kebeteluan ayah saya memang seorang sipir lapas banceuy yang terletak di jalan soekarno hatta kota bandung. lagu yang saya bawakan pada itu lagu dari melly goeslow yang berjudul bunda, alasan saya membawakan lagu itu  jika sekarang saya pikirkan memang penuh makna akan tetapi pada masa kecil saya tak pernah berpikir bahwa lagu ini mempunyai makna tersendiri, satu persatu peserta lomba telah naik ke atas panggung suara yang mereka suguhkan begitu sangat indah dan merdu, saya sempat berpikir penampilan mereka cukup baik dan hebat, tiba saatnya dimana saya harus naik ke atas panggung untuk menampilkan atau menyuguhkan suara dan lirik lirik lagu yang akan saya tampilkan, penampilan saya cukup berhasil, awal nya memang grogi sekujur badan hampir dibuat gemeteran, mengapa ? iya, pada waktu itu memang banyak sekali orang orang yang antusias menonton lomba itu dan disitu pun ada bapak dan ibu saya sendiri. 

Entah apa yang membuat penonton bisa tersentuh dengan lagu yang saya nyanyikan, entah memang suasa saya bagus atau penampilan saya bisa dibilang sempurna namun saya berpikir bahwa saya bernyanyi tidak memakai teori apapun pada waktu memang saya sendiri belum mengerti tentang teori bernyanyi, mungkin saya membawakan lagu itu dengan tulus dan bahagia. Tiba pada puncak acara di mana pemenang akan di umumkan sontak jiwa saya terkejut ketika nama saya di nobatkan sebagai juara dua, memang sangat membanggakan pada waktu itu dimana saya bernyanyi hanya bermodal keberanian saja.
Masa kecil saya memang sangat membanggakan dimana saya berhasil menjadi soerang pemenang dimulai dari sepakbola sampai dengan lomba bernyanyi tapi tidak hanya disitu saja, pada perlombaan agustusan saya mengikuti lomba bulutangkis antar RT, dan akhirnya saya menjuarai lomba itu, yang membuat saya bisa juara karena saya pada waktu itu memang sering berlatih sepakbola,bulutangkis dan hobi bernyanyi, sejak kecil saya bangga bisa menjadi seorang pemenang.

Tiba dimana saya tumbuh menjadi seorang dewasa namun hingga sampai saat ini saya belum pernah berpikir bahwa saya sudah dewasa karena  “dewasa itu pilihan dan tua itu pasti” ,bagi saya dewasa itu adalah ketika hal apapun bisa dicerna dengan bijak tanpa ada sedikit yang harus dilukai mulai dari pikiran sendiri ataupun orang lain.

Banyak polemik yang saya rasakan dari pendewasaan ini sangat beda kerika kecil dulu saya mengkonsepsi diri bahwa saya adalah “pemenang”, dinamika atau benturan kehidupan yang membuat saya terhenti pada perjuangan ini, sejak kecil saya selalu meneriaki jiwa ini bahwa saya adalah pemenang namun hingga sampai saat ini teriakan itu tak pernah terdengar lagi, mungkin karena terlalu keras benturan itu yang membuat raga ini enggan berjalan kembali  pada arti kata “pemanang”.

Dewasa ini membuat saya lupa dengan arti kata kata “pememang”, sejak kecil saya begitu membanggakan orang orang disekitar saya namun pada saat ini , saya malu pada diri saya sendiri mengapa ? iya, karena saya selalu membuat orang orang menangis dengan apa yang lakukan, tak ada yang harus di banggakan pada diri saya, dimana saya mengecewakan orang tua saya sendiri, dalam hal pendidikan maupun harapan, saya malu akan kesalahan saya sendiri, huh, dewasa ini memang ssangat membodohkan dimana saya membodohi diri sendiri.

Sejak kecil mimpi saya begitu besar dimana saya ingin menjadi ini dan itu tapi seiringnya waktu berjalan mimpi itu sirna bagai telan angin dan tanah yang tak pernah mengijinkan saya untuk mendapatkan, saya tak pernah menyalahkan angin dan tanah ini murni kesalahan saya sendiri, bukan karena hal itu yang membuat saya tidak berjuang akan tetapi benturan yang membuat kaki ini dipaksa untuk terhenti,  banyak orang  yang bilang “orang yang miskin itu bukan karena dia tidak mempunyai uang akan tetapi orang yang sudah tidak mempunyai mimpi dan tujuan lagi untuk hidup”, raga saya tersontak dengan kalimat itu.

Waktu ke waktu saya selalu habiskan dengan menangkan diri pada malam maupun alam, hingga pada waktu itu ada hari dimana malam selalu memberikan saya kelembutan dengan kedamaian kedamaian dan keheningan yang saya rasakan sendiri, saya selalu dihantui oleh keresehan dimana saya selalu berpikir keras pada kalmat ini

Aku ini apa ?
Untuk apa aku dilahirkan ?
Dan untuk apa bumi diciptakan ?

Dengan singkat tanpa basa basi malam , bintang dan bulan menampar keresaahan saya dan saya mendengar angin berbisik “  kamu adalah kekasihku, aku menciptakanmu untuk mencari kebaikan di dalam kebaikan, aku ciptakan bumi, langit dan tanah agar kamu mengerti bahwa keindahan itu untuk berbagi bukan dihabisi sendiri, akan tetapi di dalam kehidupan kamu hidup tidak sendiri jadi pahamilah tentang arti, ” hidup untuk menghidupkan”, jiwa saya merasa terpukul bahwa apa yang saya lakukan selama ini memang salah dan bodoh.

Dan akhirnya saya mengerti bahwa perjuangan ini harus dilanjutin mau bagai manapun kondisi yang dapatkan.

Dan pada akhirnya saya kembali berjuang untuk apa menjadi keinginan saya sendiri, saya ingin membanggakan orang orang disekiitar dimana melihat mereka tersenyum itu sudah menjadi ketenangan untuk saya sendiri, dan hari ini saya bukan pecundang,  karena sekarang saya tidak diam melainkan sekarang saya akan melangkah lebih jauh lagi,  karena saya sadar tuhan itu memang indah selalu memberi kekurangan untuk kelebihan dan begitu pun sebliknya dan hari ini pun saya ingin mendekatkan jiwa ini untuk nadiku sendiri.

“ kemenangan itu dilatih bukan didiamkan dan katakan hari ini, esok atau lusa bahwa pecundang itu hanya pantas bagi orang orang yang tak pernah memikirkan apapun dalam hal perubahan untuk diri sendiri maupun lingkungan“ .



Jumat, 21 Desember 2018

Ada pesan dari kata “ you’ll never walk alone”


Terlebih untukmu yang terkasih, aku minta jangan mudah terbunuh oleh sepi , untukmu yang terkasih aku mohon bangkitlah dalam tiga pagi, disana sudah tersimpan yang lebih indah dari pesan saya sendiri, untukmu yang terkasih bangkitlah karena sudah saat nya kamu tumbuh dalam dekapan sang illahi dan untukmu yang terkasih aku minta bangunlah sekarang juga.
Kata cinta bukan hanya untuk dibuktikan pada hasrat ingin memiliki, aku ingin lebih dari itu ,aku ingin mencintai dimana dari ada ke tiada, ku pikir kamu pasti paham dengan apa yang saya katakan ini, aku tak ingin disamakan seperti romeo dan juliet aku hanya ingin menjelma seperti halnya aku dan kamu.

Saya masih ingat pertama kali kita bertemu di tangga kecil kamar petak yang terletak di daerah sekeloa, dengan sebungkus martabak dan aroma kopi yang kamu bawa, dengan wajah lugu yang anggun kamu hadir dalam warna yang baru, mengapa ?, iya , pada waktu aku sudah tidak asing lagi bagi dirimu karena pada tahun 2012 kita sudah mengenal walau tak ada kata yang sempat terucap, disitu aku hadir sebagai kekasih sahabatmu sendiri, namun kondisi sekarang sangat berbeda tak ada yang harus di hargai untuk siapapun, kamu menjelma sebagai wanita yang harus kukenali kembali, dan akhirnya aku berhasil duduk bersama dan diskusi bagai kawan lama yang tak pernah disinggahi.

Obrolan kita sangat panjang membicarakn cinta , mati dan kehidupan. Bagiku dia adalah wanita yang sangat dewasa, kenapa ? iya, karena ia sudah tau arti memilah dan memilih, dia hebat dengan keluguannya sendiri, ia dapat memberikan sebuah harapan baru untuk saya sendiri, harapan yang tak bisa artikan dalam bentuk apapun, mungkin hanya rasa yang dapat di mengerti.

Hari ke hari kami selalu habiskan dengan menyemangati satu sama lain, bukan mencari perhatian, melainkan kami berdua sadar bahwa arti kata semangat itu bukan dari pemahaman sendiri, kami juga butuh bentuk dorongan dan dukungan dari orang lain , karena yang menguatkan itu dukungan atau kepercayaan.

Ada hal yang menarik dengan kami berdua entah itu karena kemauan saya ataupun arah angin sekalipun yang membawa kami ke tempat itu,  bukan karena ingin terlihat beda dengan siapapun , saya tidak pernah berpikir ingin terlihat beda yang lain, yang membedakan mungkin cara pandang saya dengan mereka. Dengan hal ini saya ingin memperlihatkan bahwa kemanusiaan itu lebih penting dari benda yang menonjolkan arti cinta untuk yang terkasih, benda itu bisa hilang namun menanam nurani pada diri tak akan pernah hilang sampai kapanpun.

Malam itu saya memutuskan untuk mengajak ia ke tempat penggusuran yang ada di kota kembang, jangan kira penggusuran ini baik bagi mereka , disini tersimpan perampasan atau penindasan yang secara paksa, merebut hak - hak mereka untuk hidup oleh orang yang merasa paling berkuasa.

Kala itu bandung sangat dingin akan tetapi rasa dingin itu hilang ketika kami berdua mengetahui bahwa ada acara ngaliwet (makan bersama) dengan korban di tempat penggusuran itu, dia memang baru pertama kali mengunjungi tempat ini namun saya tidak diam saja , saya mencoba menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi pada mereka, penjelasan saya cukup berhasil hingga membuat ia mengerti dengan penggusuran ini.

Empatinya mulai terpukul ketika mendengar salah satu curhatan ibu yang menjadi korban penggusuran, sembari bercanda ibu itu mengatakan, ” pemerintah moal mungkin daek ngaliwet jeung urang, da tinu otak na ge duit jeung duit ( pemerintah tidak akan mungkin mau makan bersama dengan saya,yang ada di dalam pikirannya hanya uang dan uang).” Ocehan ibu itu sedikit menampar isi hatinya, ia mulai merenung memandang nasi yang kala itu di temani  sayur kangkung, tempe, tahu, sambel dan kerupuk. Perlahan dengan wajah lugu ia habiskan nasi itu.
Selepas kami berdua menghabiskan makanan itu,  kami berdua memutuskan beranjak dari tempat duduk untuk pergi ke sebuah warung, seperti biasa ketika saya selesai makan pasti merokok, ada pepatah dari orang jawa “ wes mangan ora udud eneuk ( udah makan kalo ga ngerokok pasti tidak enak) begitu kira kira”, namun ada yang beda ia saat itu dalam perjalanan ke warung dan sepulangnya ia lebih mengahbiskan waktu dengan melamun, saya tanya dia “ kamu kenapa ?”, dengan wajah nya yang lugu dan cantik ia spontan menjawab, “saya baru sadar dan tau bahwa di bawah tanah masih ada tanah dan begitupun sebaliknya”, saya tak heran dengan jawaban ia, pada awalnya saya sudah mengira bahwa dia pasti memikirkan hal seperti itu, namun dengan perlahan saya jelaskan jawaban jawaban yang baru saja ia lotantarkan, “kita boleh menjadi orang kata, kita boleh menjadi besar dan kita juga boleh menjadi apapun tapi jangan pernah hilangkan rasa kemanusiaan itu pada diri sendiri, karena sebuah keserakahan akan membuat kita lupa menjadi manusia yang seutuhnya.




- Chapter 1



Sabtu, 15 Desember 2018

Perpustakaan berjalan yang membuat saya jadi manusia

Pada tahun 2016 awal mula saya mengenal mereka namun cara perkenalan kami sangat unik dimana pada masa itu saya masuk kuliah di salah salah satu universitas yang ada di kota garut meski pada tahun 2014  saya sudah merasakan bangku perkuliahan di kota bandung tapi banyak hal yang saya tidak ingin ceritakan disini ,kenapa saya tidak melanjutkan kuliah di bandung , langsung saja waktu itu saya sebagai mahasiswa baru dan mereka sudah semester akhir namun bagi saya itu bukan sebuah halangan untuk kami dipertemukan, karena dalam garis perjuangan memang tidak mengenal apapun kecuali hati yang benar benar tulus.
Banyak waktu yang sering kami habiskan bersama menjelajah realitas untuk didiskusikan pada meja semaunya , kenapa saya sebut meja semaunya karena setiap kami diskusi kami seirng mengluarkan keluhan apapun dengan semaunya, begitu pun dengan jawaban atau solusinya, kedekatan kami waktu itu sangat hebat dimana hampir setiap waktu dihabiskan dalam dunia pergerakan.  Kondisi kampus atau lingkungan yang membawa kami atau menampar kaki ini untuk berjuangan agar kesadaran itu memang benar benar bisa dihidupkan .

Saya ingin meperkenalkan satu persatu kawan saya di kota garut yang pertama saya biasa panggil ia alfi dia adalah sosok yang selalu mengeluti dunia visual kehebatannya pun tidak bisa saya ragukan lagi karena saya sudah merasakan membuat beberapa karya dengan dia.

yang kedua adalah boeng sidqi biasa saya sebut abang dia adalah sosok pemuda literasi yang selalu bergelut dalam diksi - diksi pramoedya ananta toer wawasan nya pun sangat luas dalam dunia literasi dan saya bangga bisa mengenal atau dijadikan sahabat saya sendiri.

yang ketiga adalah diki dia adalah salah satu pelopor yang membuat saya ikut terjun langsung kedalam dunia buku atau perpustakaan berjalan selain itu pun ia aktif dalam dunia musik dan baru sekarang saya menyadarinya bahwa ia adalah artis kota lokal.

yang ke empat adalah lutfi namun biasa saya panggil ia acil entah apa yang membuat saya memanggil dia acil mungkin karena kebiasaan banyak orang  memanggil ia acil dan dia pun orang pertama yang memberi nama panggilan mocil pada saya alasannya karena saya sedkit mirip dengan artis yang sering berperan di film hantu indonesia, acil ini tidak jauh bedanya dengan saya suka bercanda dalam apapun namun konsepsi diri yang acungi jempol dari kawan saya yang satu ini.

yang lima rekki dia adalah pemuda yang cinta pada dunia sastra saking cinta nya pada sastra dia sampe lupa bagaimana cara jatuh hati pada seorang wanita, saya sering habsikan obrolan malam dengan rekki mengupas tentang dunia sastra dan dunia sophie tidak hanya itu saja dia juga orang pertama yang memperkenalkan saya pada dunia teater saya bangga dengan kawan saya yang satu ini.

Yang ke enam dzikri dia adalah satu pemimpin organisasi periscope tapi saat ini saya tidak tau keberadaan periscope dimana mungkin diterpa angin kali ya boeng, tapi dzikri adalah sosok yang jenius ia selalu mengulurkan tangan untuk membantu apapun selagi ia bisa saya bangga pada anda boeng,

Yang ke tujuh adalah iqbal dia itu lelaki humoris tapi nganenin dimana setiap kami berkumpul selalu saja ada tingkah konyol ia yang membuat kami tertawa dan terbawa suasana untuk menertawakan kehidupan ini memang sungguh nikmat dan indah bila kegelisahan ini dihadapi dengan canda dan tawa bersama sama , dan saya ingin ucapkan terimakasih untuk kawan saya iqbal dimana sudah membuat tawa ini hidup kembali.

Dan terakhir adalah surri biasa saya panggi ui dia itu bukan mahasiswa garut tapi salah satu mahasiswa gawat upi bandung awal kenalnya saya dengan ia dimana pada waktu itu saya dikenalkan oleh rekki , acil dan alfi dia adalah sosok guru yang jadi inspirasi saya sendiri dalam dunia penidikan dimana sekarang ia sudah menjadi seorang guru yang baik bagi dirinya sendiri.

Kawan kawan saya memang hebat seperti yang dijanjikan sang pencipta bahwa manusia yang dilahirkan tidak ada yang sia sia begitu pula yang tertanam pada diri mereka masing masing, mereka semua hidup untuk menghidupkan, singkat cerita saya pergi mendahului mereka di universitas garut bukan karena saya diwisuda melainkan ada beberapa dialektika yang tidak bisa saya ceritakan disini, seperti halnya ditingal seorang kekasih selalu menangisi kepergian.

saya memutuskan untuk kembali ke kota kelahiran saya sendiri, saya ingin menenangkan raga ini yang telah terkoyak koyak masalah yang membuat saya tidak berjalan kembali di universitas garut. Mereka menyadari dan menyemangati saya ” kembalilah jika ingin kembali ini sudah menjadi rumahmu, dan jangan lupa bahwa tinta tinta perjuangan ini tidak akan pernah pudar sampai kapanpun” saya masih ingat dengan kalimat itu akan tetapi janji adalah janji kelak saya akan kembali dengan segenap perubahan yang akan saya edukasikan pada lingkungan dikota ini.

Tiba dimana saya melalui hari demi hari di kota bandung dengan kesepian dan kegelisahan yang seperti biasanya saya selalu rasakan tanpa henti-hentinya, akan tetapi ada beberapa hal yang saya dapatkan dari kota itu dimana memperjuangkan itu bergerak bukan hanya menyepi, pergerakan saya di bandung mulai terasa dimana saya kembali mengasah dunia photo ,ilustrasi ataupun visualisasi 2 tahun lebih saya mengahbiskan wakut dengan dunia karya, tapi karya yang saya ciptakan tidak terpikir untuk di komersilkan karena saya berkarya untuk mengasah imaji agar benar benar tumbuh dalam manusia yang manusia.

Tapi pendidikan saya tidak berhenti disini saja , saya sekarang melanjutkan di universitas seni memng sangat mebingungkan pada pilihan saya dimana dulu bergelut dama dunia jurnalistik sekarang berpijak dalam dunia seni tapi bagi saya itu sama saja karena pendidikan itu bukan hanya tentang mendapatkan ijazah lalu bekerja untuk mengumpulkan secercah harapan, masih banyak dari itu bagi saya pendidikan itu bukan hanya tentang uang atau eksistensi melainkan memambantu yang rusak untuk dibetulkan dan memanusiakan manusia agar kehamonisan itu tumbuh tanpa ada kesejangan yang terus terusan di pertontonkan dalam apapun bagi saya seperti itu, jika ada yang salah dalam persepsi silahkan saja karena yang salah itu dibetulkan bukan di cai apalagi di maki.

Malam itu hengpon saya berdering kawan kawan di garut mengabari saya untuk berkujung kesana, untuk melihat atau mengapresiasi karya besar yang akan mereka lalukan, Tepatnya tanggal 8 desember 2018  saya pergi dari kota kelahiranku sendiri untuk menemui kawan - kawan seperjuangan yang sekarang saya perhatikan sudah banyak perubahan pada diri mereka, perjuangan saya dulu dengan mereka hanya sebatas menuntut birokrasi kampus yang tidak berprikeadilaan bagi mahasiswa namun sekarang mereka bergerak sangat luas dan liar,  mereka memang hebat tidak hanya tentang musik yang mereka geluti namun budaya dan kemanusiaannya pun selalu diperjuangkan ditengah krisis nya kesadaran anak muda yang tidak mengerti tentang literasi lingkungan.
Setiba saya disana saya disambut dengan baik seperti biasa kami selalu habiskan waktu meminum segelas kopi di gazebo sembari memandangi gedung fakultas, kami sadari bahwa banyak kebohongan didalam sana yang mengatasnamakan pendidikan .

Saya sedih karena tidak semua kawan kawan seperjuangan saya bisa hadiri di acara ini mungkin mereka sibuk akan rutinitas yang mereka jalani sehari hari, tapi saya bangga karena ada beberapa kawan saya yang ikut turun adil atau berperan sebagai penggagas di acara ini seperti diki, rekki dan surri.

Saya bisa simpulkan acara itu ”hidup untuk menghidupkan” dimana disana banyak anak anak muda yang cinta pada musik, teater,art dan puisi bahkan semuanya, banyak moment yang sangat luar biasa dalam karya yang kawan kawan saya lakukan, saya bangga pada mereka tapi waktu dan kondisi yang membuat saya untuk kembali kebandung.

Tetap berjuang kawan karena sekecil apapun karya yang kalian lakukan itu akan menjadi sejarah dalam dunia literasi dirimu sendiri,  tetap haus akan kebaikan dan tetap berteman pada kegelisahan karena perubahan apapun tidak ada yang bergerak sekali jadi , dan saya iijin pamit untuk melanjutkan keresahan di kota saya sendiri, saya pasti kembali dan akan kembali ...



Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...