Terbuang dari kota
sendiri
aku tinggal di bandung dari sejak tahun 1998, orang tuaku
bilang aku memang dilahirkan di kota ini, dan akupun dibesarkan dari keluarga yang tidak
bisa lepas dari kata kedisplinan, wajar karena ayahku seorang sipir, mungkin
maksud dari kedisplinan yang ayah berikan pada saya karena setiap hari selelau
disuguhkan dengan orang orang yang ada di dalam tahanan karena akibat dari
kesalahannya sendiri ,mungkin itu salah faktor agar anak-anaknya tidak seperti
orang orang yang di dalam tahanan itu.
jujur saja dari kecil saya memang tidak bisa hidup disiplin
entah apa yang membuat ajaran kedisplinan ayah saya tidak masuk, mungkin dari
tekanan yang cukup kuat yang membuat saya ingin keluar dari zona itu, bukan
berarti ayah saya gagal dalam mendidik tetapi ini kesalahan atau keegoisan saya
sendiri.
selain kedisplinan yang ayah berikan beliau juga selalu
memberi kasih, kisah dan cinta terhadap
kota ini, selepas ayah pulang kerja ia selalu mengjak saya mengelilingi kota
ini, dimulai dari jalan braga sampai cibaduyut, namun tidak hanya soal
mengegelingi jalan saja ayah pun selalu memberitahu sejarah sejarah yang cukup luar biasa, hampir setiap libur
kerja saya selalu diajak untuk mengujungi museum atau bangunan serbaguna
seperti museum sribaduga dan gedung
teater rumentang.
dari hal itu saya mendapatkan sebuah pelajaran yang luar biasa bagaiamana saya diajarkan
untuk mencintai kota ini agar kelak ketika saya tumbuh besar tidak lupa dengan
kota ini, mungkin itu yang saya tangkap dari cara ayah mengenalkan kota ini
terhadap saya.
saya tumbuh besar seperti apa yang di harapkan orang tua
saya sendiri, satu persatu saya berhasil meneyelsaikan tugas saya sebagai anak,
salah satu nya dari pendidikan, namun ketika saya baru menyelsaikan di bangku
sma waktu itu memang ayah saya sudah nampak tua, tetapi walau ayah nampak tua dia selalu bersemangat menikmati
kehidupan ini tak pernah ada kata mengeluh pada dirinya.
tiba dimana harinya ketika semua orang pasti tidak siap
dengan cobaan ini, merelakan orang yang dicintai pergi untuk selamanya.
Siang itu ayahku tergeletak di lantai, jiwa dan raganya
merintih menahan rasa sakit yang di deritanya, mulutnya bergetar seakan garis
hidupnya akan berakhir dan matanya menangis ketika tau bahwa tuhan akan
menjemputnya untuk pulang, perjuangan ayahku tidak sendiri agar tetap bisa
bertahan hidup ada aku dan ibu yang tetap setia menemani untuk berdoa dan
mengharapkan keajaiban, meski siang itu terasa panas sekali aku dan ibu tidak
lelah untuk menunggu dan berharap bahwa nasib baik akan datang pada ayahku, semua
doaku dan ibu pupus sudah ketika tau bahwa ayah menghebuskan nafas terakhirnya,
siang itu seakan menjadi saksi hari yang terburuk dialamiku dan ibu.
jiwaku dan ibu mulai terpukul akan kepedihan seakan tidak
bisa menerima kenyataan bahwa ayah memang telah pergi, akan tetapi wajah ayah
yang pucat itu seakan menamparku dan ibu untuk bisa menyadari.
"bahwa tidak semuanya kepergian harus diiringi dengan sebuah
tangisan ", ragaku mulai tergerak menghampiri ibu mencoba untuk
menenangkan hatinya yang terpukul, "karena dengan kepala tegak dan doa itu
lebih baik dari sebuah tangisan", kusediakan bahuku agar ibu bisa merasa
lebih tenang.
Ketika aku dan ibu sudah mulai mennyadarinya kukabarkan
secepat mungkin pada saudara dan tetangga rumahku tentang kepergian ayah.
Hari semakin sore tetangga rumahku mulai membantu dan
menenangkan hatiku dan ibu yang terluka. Ucapan belasungkawa itu datang dari
mana - mana , dari lisan, bunga maupun media seakan mereka mencoba untuk
menjadi penyemangat aku dan ibu agar tetap tegar dan sabar, banyak orang yang
bilang ayah itu baik dan kuyakin dengan semua "kebaikan yang ayah lakukan
akan memudahkan jalan menuju surga yang di janjikan hanya untuk orang - orang
baik".
Hari mulai petang, kumandikan ayahku untuk terakhir kalinya aku siram dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan air yang penuh kasih sayang dan doa , ku sholatkan ayahku dengan ketulusan dan keesokan harinya kuantarkan ayahku ke tempat istirahatnya dengan sebuah harapan dan cinta agar bisa tertidur dengan tenang dan bahagia.
Hari mulai petang, kumandikan ayahku untuk terakhir kalinya aku siram dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan air yang penuh kasih sayang dan doa , ku sholatkan ayahku dengan ketulusan dan keesokan harinya kuantarkan ayahku ke tempat istirahatnya dengan sebuah harapan dan cinta agar bisa tertidur dengan tenang dan bahagia.
mengapa hatiku bergetar mendengar suara terkahirmu
mungkin jiwa ini tertampar
agar aku bangun dan menghampirimu
mengapa jiwa ini terguncang
bila aku melihat wajahmu
sedangkan kau telah hilang
menghapus harapanku
kata orang cinta mesti berkorban
tapi telah kulakukan
kutundukan kepala dengan cita
dan ku angkat tangan dengan harapan dan cinta
agar kau tenang disana
semenjak kepergian ayah
saya dan keluarga pergi meninggalkan kota yang saya cintai ini, memang untuk urusan siap atau tidak siap saya
sungguh tidak siap karena masih banyak cita dan cinta yang belum usai di kota
bandung, namun dalam hal apapun memang harus
selalu ada keputusan saya dan ibu lebih memutuskan untuk tinggal bersama nene
di kota garut.
bukan karena saya tidak siap untuk hidup survival atau
sendiri di kota ini melainkan saya ingin menggantikan perah ayah di dalam
keluarga saya sendiri setidaknya saya selalu ada ketika ibu kesusahan.
hal itu mebuat saya berpikir keras
apa bisa saya hidup di disana
apa mampu saya bahagia disana
hari ke hari saya selalu mencoba mengenali diri saya sendiri
dan ternyata ketika saya tinggal bersama nene tidak membuat
saya bahagia
bukan berati saya tidak mau berkumpul dengan keluarga,
mungkin lebih ke faktor cita dan cinta
yang membuat saya dibuat gelisah, saya
muak dengan kegelisahan yang selalu saya dapatkan dan hal ini pun yang membuat
saya sulit untuk berjalan, saya mencoba
ingin keluar dari zona seperti ini saya mencoba untuk mengahabiskan waktu di
alam bebas agar pikirin ini medapatkan pikiran positif walau sedikit.
Tenangkan hati dalam kelembutan pohon oak yang bersinergi
Membayangkan keluh kesah yang membatasi diri
Lingkaran api menghangatkan kembali sebuah mimpi
Untuk berpikir bagaimana berjalan kembali
Alam tak pernah ingkar janji
Memberi pesan damai untuk bangkit lagi
Bahwa harus ada yang diselamatkan di hari nanti
Tamparan keras bahwa hidup harus libatkan hati bukan ambisi
Malam sudah malam masih tetap bergelut dengan intuisi
Berbaur dengan keresahan yang sudah terjadi
Dinamika memang tidak bisa lepas dari peristiwa
Memutar history agar lebih baik lagi untuk waktu yang tersisa
Alam menarik keras untuk merebahkan tubuh
Seakan memukul bahwa jiwa tak boleh menjauh
Bisikan terasa kilat Bahwa sakit tidak akan menjadi kesakitan
Dan menyadarkan diri bahwa bahagia tidak akan menjadi
kebahagiaan
terbuang dari kota sendiri sama halnya ketika kita terusir secara
harus di rumah sendiri.
awalnya saya tidak mau harus meninggalkan kota ini namun
saya tidak ingin juga melawan arus ini, dan saya lebih memutuskan untuk
mengikuti arrus ini agar saya dapat melihat dan merasakan di muara mana arus
ini berhenti, rumah saya memang sudah tiada namun bukan berarti mimpi mipi saya
hilang begitu saja, dan jarak garut- bandung
pun tidak terlalu jauh saya bisa datang kapan saja untuk kembali ke kota
kelahiran saya sendiri.
Suara lembut terdengar di penghujung malam
Merintih, menangis dan meratapi kehidupan
Terlempar dari kenyaman dan berpijak dalam kesakitan
Jiwa nya terpukul dalam keadaan
Nyaman kini tak nyaman
Malam ke malam ia selalu berangan - angan
Kini ia berteman dalam kesepian
Membuncah poros hidup yang terlalu dalam
Segelas kopi tak lagi membuat ia menjadi nyaman
Mimpi - mimpi kini terperangkap dalam ketakutan
Terpenjara dari dogma - dogma hayalan
Memaki deru waktu dalam teriakan
Gaduhnya jiwa membunuh harapan
Angin malam menusuk kehidupan
Bintang malam kini tak lagi terang
Terdampar dalam lorong - lorong
Menampar isi otak yang terlalu kosong
Merintih, menangis dan meratapi kehidupan
Terlempar dari kenyaman dan berpijak dalam kesakitan
Jiwa nya terpukul dalam keadaan
Nyaman kini tak nyaman
Malam ke malam ia selalu berangan - angan
Kini ia berteman dalam kesepian
Membuncah poros hidup yang terlalu dalam
Segelas kopi tak lagi membuat ia menjadi nyaman
Mimpi - mimpi kini terperangkap dalam ketakutan
Terpenjara dari dogma - dogma hayalan
Memaki deru waktu dalam teriakan
Gaduhnya jiwa membunuh harapan
Angin malam menusuk kehidupan
Bintang malam kini tak lagi terang
Terdampar dalam lorong - lorong
Menampar isi otak yang terlalu kosong
Langkahnya kini menjadi kilat dalam perubahan
Doa doa nya cukup kuat agar tak mati dalam ketakutan
Wajah nya pucat dalam penyesalan
Doa doa nya cukup kuat agar tak mati dalam ketakutan
Wajah nya pucat dalam penyesalan
Memang dalam perubahan tidak ada yang bergerak sekali jadi
namun jangan terlalu memikirkan hal itu, pikirkan saja tentang fase fase yang akan terjadi.
Apa siap ?
Apa bisa ?
Apa mampu ?
Coba renungkan dengan baik-baik Jika sudah percaya dengan
jawaban kita sendiri, lakukan sekarang juga karena berjalan bukan tentang
menunggu hari, waktu dan moment tertentu , lakukan sekarang juga!, percaya
dengan diri sendiri adalah satu kunci untuk bertahan dalam ketakutan Jika kita
tidak percaya dengan diri sendiri maka untuk apa kita berkelana dalam mimpi.
namun dengarlah hidup bukan hanya tentang memperjuangkan
kebahagiaan sendiri ada hal lebih dari itu, carilah nanti pun kita akan menemukan dengan sendirinya.
Jika sudah menemukannya perjuangkanlah karena kebahagiaan
yang semestinya adalah hal yang seperti itu.
memperjuangkan kehidupan didalam kehidupan, merawat
kebahagiaan didalam kebahagiaan
Ketakutan memang selalu menyembunyikan arti dari kehidupan
yang indah ini, namun jika kau sudah mematikan ketakutan itu kau akan tau bahwa
kehidupan ini memang benar benar harus di rawat agar kebahagiaan ini tidak
cepat lumpuh dalam ketakutan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar