Rabu, 21 November 2018


Terbuang dari kota sendiri

aku tinggal di bandung dari sejak tahun 1998, orang tuaku bilang aku memang dilahirkan di kota ini, dan akupun dibesarkan dari keluarga yang tidak bisa lepas dari kata kedisplinan, wajar karena ayahku seorang sipir, mungkin maksud dari kedisplinan yang ayah berikan pada saya karena setiap hari selelau disuguhkan dengan orang orang yang ada di dalam tahanan karena akibat dari kesalahannya sendiri ,mungkin itu salah faktor agar anak-anaknya tidak seperti orang orang  yang di dalam tahanan itu.

jujur saja dari kecil saya memang tidak bisa hidup disiplin entah apa yang membuat ajaran kedisplinan ayah saya tidak masuk, mungkin dari tekanan yang cukup kuat yang membuat saya ingin keluar dari zona itu, bukan berarti ayah saya gagal dalam mendidik tetapi ini kesalahan atau keegoisan saya sendiri.

selain kedisplinan yang ayah berikan beliau juga selalu memberi  kasih, kisah dan cinta terhadap kota ini, selepas ayah pulang kerja ia selalu mengjak saya mengelilingi kota ini, dimulai dari jalan braga sampai cibaduyut, namun tidak hanya soal mengegelingi jalan saja ayah pun selalu memberitahu sejarah sejarah  yang cukup luar biasa, hampir setiap libur kerja saya selalu diajak untuk mengujungi museum atau bangunan serbaguna seperti  museum sribaduga dan gedung teater rumentang.
dari hal itu saya mendapatkan sebuah pelajaran  yang luar biasa bagaiamana saya diajarkan untuk mencintai kota ini agar kelak ketika saya tumbuh besar tidak lupa dengan kota ini, mungkin itu yang saya tangkap dari cara ayah mengenalkan kota ini terhadap saya.

saya tumbuh besar seperti apa yang di harapkan orang tua saya sendiri, satu persatu saya berhasil meneyelsaikan tugas saya sebagai anak, salah satu nya dari pendidikan, namun ketika saya baru menyelsaikan di bangku sma waktu itu memang ayah saya sudah nampak tua,     tetapi walau ayah nampak tua dia selalu bersemangat menikmati kehidupan ini tak pernah ada kata mengeluh pada dirinya.
tiba dimana harinya ketika semua orang pasti tidak siap dengan cobaan ini, merelakan orang yang dicintai pergi untuk selamanya.   

Siang itu ayahku tergeletak di lantai, jiwa dan raganya merintih menahan rasa sakit yang di deritanya, mulutnya bergetar seakan garis hidupnya akan berakhir dan matanya menangis ketika tau bahwa tuhan akan menjemputnya untuk pulang, perjuangan ayahku tidak sendiri agar tetap bisa bertahan hidup ada aku dan ibu yang tetap setia menemani untuk berdoa dan mengharapkan keajaiban, meski siang itu terasa panas sekali aku dan ibu tidak lelah untuk menunggu dan berharap bahwa nasib baik akan datang pada ayahku, semua doaku dan ibu pupus sudah ketika tau bahwa ayah menghebuskan nafas terakhirnya, siang itu seakan menjadi saksi hari yang terburuk dialamiku dan ibu.
jiwaku dan ibu mulai terpukul akan kepedihan seakan tidak bisa menerima kenyataan bahwa ayah memang telah pergi, akan tetapi wajah ayah yang pucat itu seakan menamparku dan ibu untuk bisa menyadari. 

"bahwa tidak semuanya kepergian harus diiringi dengan sebuah tangisan ", ragaku mulai tergerak menghampiri ibu mencoba untuk menenangkan hatinya yang terpukul, "karena dengan kepala tegak dan doa itu lebih baik dari sebuah tangisan", kusediakan bahuku agar ibu bisa merasa lebih tenang.

Ketika aku dan ibu sudah mulai mennyadarinya kukabarkan secepat mungkin pada saudara dan tetangga rumahku tentang kepergian ayah.

Hari semakin sore tetangga rumahku mulai membantu dan menenangkan hatiku dan ibu yang terluka. Ucapan belasungkawa itu datang dari mana - mana , dari lisan, bunga maupun media seakan mereka mencoba untuk menjadi penyemangat aku dan ibu agar tetap tegar dan sabar, banyak orang yang bilang ayah itu baik dan kuyakin dengan semua "kebaikan yang ayah lakukan akan memudahkan jalan menuju surga yang di janjikan hanya untuk orang - orang baik".

Hari mulai petang, kumandikan ayahku untuk terakhir kalinya aku siram dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan air yang penuh kasih sayang dan doa , ku sholatkan ayahku dengan ketulusan dan keesokan harinya kuantarkan ayahku ke tempat istirahatnya dengan sebuah harapan dan cinta agar bisa tertidur dengan tenang dan bahagia.

mengapa hatiku bergetar mendengar suara terkahirmu
mungkin jiwa ini tertampar
agar aku bangun dan menghampirimu

mengapa jiwa ini terguncang
bila aku melihat wajahmu
sedangkan kau telah hilang
menghapus harapanku

kata orang cinta mesti berkorban
tapi telah kulakukan
kutundukan kepala dengan cita
dan ku angkat tangan dengan harapan dan cinta

agar kau tenang disana
semenjak kepergian ayah  saya dan keluarga pergi meninggalkan kota yang saya cintai ini, memang  untuk urusan siap atau tidak siap saya sungguh tidak siap karena masih banyak cita dan cinta yang belum usai di kota bandung,  namun dalam hal apapun memang harus selalu ada keputusan saya dan ibu lebih memutuskan untuk tinggal bersama nene di kota garut.
bukan karena saya tidak siap untuk hidup survival atau sendiri di kota ini melainkan saya ingin menggantikan perah ayah di dalam keluarga saya sendiri  setidaknya  saya selalu ada ketika ibu kesusahan.

hal itu mebuat saya berpikir keras
apa bisa saya hidup di disana
apa mampu saya bahagia disana

hari ke hari saya selalu mencoba mengenali diri saya sendiri
dan ternyata ketika saya tinggal bersama nene tidak membuat saya bahagia
bukan berati saya tidak mau berkumpul dengan keluarga, mungkin lebih ke faktor  cita dan cinta yang membuat saya dibuat gelisah,  saya muak dengan kegelisahan yang selalu saya dapatkan dan hal ini pun yang membuat saya sulit untuk berjalan,  saya mencoba ingin keluar dari zona seperti ini saya mencoba untuk mengahabiskan waktu di alam bebas agar pikirin ini medapatkan pikiran positif walau sedikit.

Tenangkan hati dalam kelembutan pohon oak yang bersinergi
Membayangkan keluh kesah yang membatasi diri
Lingkaran api menghangatkan kembali sebuah mimpi
Untuk berpikir bagaimana berjalan kembali

Alam tak pernah ingkar janji
Memberi pesan damai untuk bangkit lagi
Bahwa harus ada yang diselamatkan di hari nanti
Tamparan keras bahwa hidup harus libatkan hati bukan ambisi

Malam sudah malam masih tetap bergelut dengan intuisi
Berbaur dengan keresahan yang sudah terjadi
Dinamika memang tidak bisa lepas dari peristiwa
Memutar history agar lebih baik lagi untuk waktu yang tersisa

Alam menarik keras untuk merebahkan tubuh
Seakan memukul bahwa jiwa tak boleh menjauh
Bisikan terasa kilat Bahwa sakit tidak akan menjadi kesakitan
Dan menyadarkan diri bahwa bahagia tidak akan menjadi kebahagiaan

terbuang dari kota sendiri sama halnya ketika kita terusir secara harus di rumah sendiri.
awalnya saya tidak mau harus meninggalkan kota ini namun saya tidak ingin juga melawan arus ini, dan saya lebih memutuskan untuk mengikuti arrus ini agar saya dapat melihat dan merasakan di muara mana arus ini berhenti, rumah saya memang sudah tiada namun bukan berarti mimpi mipi saya hilang begitu saja,  dan jarak garut- bandung pun tidak terlalu jauh saya bisa datang kapan saja untuk kembali ke kota kelahiran saya sendiri.

Suara lembut terdengar di penghujung malam
Merintih, menangis dan meratapi kehidupan
Terlempar dari kenyaman dan berpijak dalam kesakitan
Jiwa nya terpukul dalam keadaan
Nyaman kini tak nyaman

Malam ke malam ia selalu berangan - angan
Kini ia berteman dalam kesepian
Membuncah poros hidup yang terlalu dalam
Segelas kopi tak lagi membuat ia menjadi nyaman

Mimpi -  mimpi kini terperangkap dalam ketakutan
Terpenjara dari dogma - dogma hayalan
Memaki deru waktu dalam teriakan
Gaduhnya jiwa membunuh harapan

Angin malam menusuk kehidupan
Bintang malam kini tak lagi terang
Terdampar dalam lorong - lorong
Menampar isi otak yang terlalu kosong


Langkahnya kini menjadi kilat dalam perubahan
Doa doa nya cukup kuat agar tak mati dalam ketakutan
Wajah nya pucat dalam penyesalan

Memang dalam perubahan tidak ada yang bergerak sekali jadi namun jangan terlalu memikirkan hal itu, pikirkan saja  tentang fase fase yang akan terjadi.
Apa siap ?
Apa bisa  ?
Apa mampu ?

Coba renungkan dengan baik-baik Jika sudah percaya dengan jawaban kita sendiri, lakukan sekarang juga karena berjalan bukan tentang menunggu hari, waktu dan moment tertentu , lakukan sekarang juga!, percaya dengan diri sendiri adalah satu kunci untuk bertahan dalam ketakutan Jika kita tidak percaya dengan diri sendiri maka untuk apa kita berkelana dalam mimpi.
namun dengarlah hidup bukan hanya tentang memperjuangkan kebahagiaan sendiri ada hal lebih dari itu, carilah nanti pun kita  akan menemukan dengan sendirinya.

Jika sudah menemukannya perjuangkanlah karena kebahagiaan yang semestinya adalah hal yang seperti itu.
memperjuangkan kehidupan didalam kehidupan, merawat kebahagiaan didalam kebahagiaan
Ketakutan memang selalu menyembunyikan arti dari kehidupan yang indah ini, namun jika kau sudah mematikan ketakutan itu kau akan tau bahwa kehidupan ini memang benar benar harus di rawat agar kebahagiaan ini tidak cepat lumpuh dalam ketakutan.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat untuk marsinar #2

Marsinar, perjalanku kini sudah terlalu jauh, aku melihat begitu banyak penderitaan di desa-desa, ada ibu imas yang setiap hari menanam ke...